CURRENT
CURRICULUM ISSUES
“Masalah
Kurikulum Saat Ini”
PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan suatu jembatan
dalam mencapai suatu tujuan pendidikan dalam suatu Negara. Dimensi kurikulum menurut
Hasan dalam Suparlan (2011), mengemukakan bahwa kurikulum tebagi menjadi empat
dimensi yaitu kurikulum sebagai idea tau gagasan, kurikulum sebagai rencana
tertulis, kurikulum sebagai kegiatan, serta kurikulum sebagai evaluasi.
Maknanya adalah, suatu kurikulum mencakup semua aspek yang telah dituliskan
diatas yang merupakan gabungan dalam suatu prosedur dalam pelaksanaan kegiatan
dari tahap awal sampai pada tahap terakhir.
Kurikulum yang baik dan tepat
sasaran, merupakan kurikulum yang dapat memberikan hasil yang baik terhadap
pendidikan dalam suatu Negara. Kurikulum dikatakan tidak berhasil apabila belum
memberikan konstribusi yang maksimal terhadap kemajuan suatu bangsa. Pembelajaran
di Indonesia hingga saat ini masih dianggap belum maksimal. Pembelajaran di
sekolah memberikan dampak pada pendidikan di Indonesia. Jika dibandingkan
dengan negara lain, pendidikan di Indonesia masih sangat jauh. Pendidikan
merupakan hal yang berkaitan dengan sistem kurikulum yang dijalankan.
Kemerosotan pendidikan di Indonesia yang tertinggal dari negara lain, sangat
erat kaitannya dengan masalah-masalah kurikulum yang cetuskan oleh para
pemerintah dan berdampak buruk kepada pendidik dan peserta didik.
Untuk memajukan kembali pendidikan
di Indonesia, maka kita harus terlebih dahulu mengetahui masalah-masalah yang
telah dihadapi oleh kurikulum Indonesia. Setelah itu, barulah kita mampu
mencari solusi untuk memecahkan masalah kurikulum di Indonesia.
INTISARI
ISI BAB
Peter
F. Oliva dan Wiliam R. Gordon (2012), mengemukakan bahwa terdapat dua belas
masalah kurikulum saat ini, masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Inisiatif
Daerah Akademis
Inisiatif daerah Akademik adalah perkembangan kurikulum
yang telah dilakukan untuk memperbaiki kekurangan yang dirasakan di sekolah tertentu
saja. Gagasan untuk
perkembangan kurikulum berlaku untuk
perubahan program untuk memenuhi tujuan kurikulum saat ini,
revisi dramatis dari tujuan tersebut, mengubah program
akademik secara radikal.
2. Pengaturan
Sekolah Alternatif
Terdapat
banyak tawaran-tawaran kepada siswa tentang adanya sekolah alternatif bagi siswa yang tidak berjalan dengan baik
disekolah-sekolah umum. Di
antara alternatif yang lebih umum di luar sekolah yang didirikan adalah sekolah
yang disebut bebas, sekolah etalase, sekolah organisasi, dan bisnis bisnis
di lingkungan masyarakat. Beberapa sekolah
alternatif masih mengejar popularitas sehingga perekrutan siswa masih sebagai
korban eksperimen saja. Populernya sekolah
model umum yang dirancang oleh perusahaan bekerjasama dengan distrik sekolah.
Beberapa sistem sekolah mempertahankan sekolah alternatif
di mana siswa ditugaskan untuk berbagai waktu untuk mengikuti
kegiatan disekolah umum maupun disekolah alternatif.
Kemungkinan
orang tua yang menyekolahkan anaknya pada sekolah-sekolah swasta dan paroki.
Terdapat sistem voucher sekolah pada sekolah swasta dan paroki. Pendukung sistem voucher termasuk sekolah swasta dan
paroki, hak beragama, dan orang tua yang tidak puas dengan sekolah umum.
Cepat berkembang di akhir 1990-an dan berlanjut hingga
saat ini, sekolah piagam telah menambahkan dimensi lain untuk unsur pilihan
sekolah. Sekolah-sekolah ini dapat ditempatkan di dalam sistem sekolah atau
dioperasikan di luar sistem sekolah, mereka mungkin atau mungkin tidak
menggunakan personil sekolah umum, dan mereka dapat dijalankan untuk atau tanpa
keuntungan. Orang tua dapat memilih homeschooling untuk anak-anak mereka karena mereka
tidak puas dengan sifat sekuler sekolah umum. Klaim lain adalah kurangnya
keamanan di sekolah-sekolah, penggunaan narkoba di kalangan siswa, kurangnya
disiplin dan intimidasi, kekerasan, kelas besar, tekanan teman sebaya, dan
sosialisasi memaksa anak-anak mereka dengan orang lain yang mereka anggap tidak
diinginkan.
3. Dwibudaya
Pendidikan
Lebih dari 55.000.000 orang di Amerika Serikat berbicara bahasa lain selain bahasa
Inggris.
Bahasa lain selain bahasa Inggris, tumbuh dan berkembang di Amerika. Oleh
karena itu para pengembang kurikulum merasa kesulitan dalam mengembangkan
program pendidikan bilingual. Pendidikan
Bilingual adalah masalah pendidikan, bahasa, sosial, budaya, politik, dan
ekonomi.
Sehingga bahasa Inggris yang dikenal dengan satu-satunya bahasa resmi menjadi
salah satu pertentangan.
4. Pengawasan
Pengawasan
pada terbitnya buku pelajaran dan buku perpustakaan. Seringnya penghapusan buku-buku perpustakaan, buku pelajaran, dan bahan ajar
lainnya dari sekolah seperti buku tentang konflik yang membedakan nilai-nilai sekuler dan agama dalam masyarakat yang
majemuk dan interpretasi doktrin pemisahan antara gereja dan negara. Nilai-nilai sekuler
dan agama, lebih banyak mempertimbangkan kajian-kajian terbitnya buku pada
masalah agama, politik, ras, seksualitas, kekerasan dan bahasa. Nilai-nilai
sekuler dan agama, lebih banyak mempertimbangkan kajian-kajian terbitnya buku
pada masalah agama, politik, ras, seksualitas, kekerasan dan bahasa. Mahkamah Agung AS dalam keputusannya
menegaskan bahwa otoritas pejabat
sekolah berwewenang
untuk menyensor publikasi mahasiswa. Seperti
menyensor artikel yang mungkin mencerminkan tidak baik
pada sekolah, seperti dalam kasus artikel tentang agama, jenis kelamin,
obat-obatan, alkohol, dan pernyataan politik.
5. Ketidakadilan
Gender
Jenis kelamin menjadi salah satu
masalah abadi dalam dunia pendidikan. Adanya ketidakadilan atau diskriminasi terhadap
jenis kelamin tertentu (perempuan) merupakan salah satu contoh dari
permasalahan ini. Misalnya dalam membandingkan jenis kelamin tertentu saja yang
memiliki peluang prestasi yang lebih
tinggi atau memiliki peluang yang lebih besar. Adanya
kesenjangan antara pria dan wanita.
6. Kesehatan
dalam Pendidikan
Mewabahnya
penggunaan dan penyalahgunaan alkohol, obat-obatan, dan
tembakau, tingginya insiden kehamilan remaja, dan termasuk penyakit menular seksual, menjadi
permasalahan kesehatan pendidikan di Amerika yang sering melanda dikalangan
pelajar. Dalam masalah seksualitas, terdapat adanya perselisihan pendapat yakni
pendidikan pendidikan seks sebaiknya dibelajarkan disekolah-sekolah dan ada juga
yang berpendapat bahwa pendidikan seks menjadi tanggung jawab keluarga dan
gereja.
7. Multikulturalisme
Terdapat
pemisahan danperbedaan ras. Sejak pengadilan memutuskan pemisahan ras,
Dewan Pendidikan Topeka, Kansas (1954), berupaya telah melakukan untuk mengintegrasikannya
kedalam kurikulum sekolah. Masalah inti dalam multikulturalisme atau keanekaragaman
budaya adalah perjuangan untuk dominasi antara
melting pot dan konsep salad
mangkuk (the melting-pot and salad-bowl
concepts).
8. Privatisasi
Privatisasi
merupakan usaha pengalihan aset-aset negara menjadi aset swasta atau
perseorangan. Pengusaha swasta
mempertahankan bahwa mereka dapat menawarkan administrasi yang lebih efisien
dan meningkatkan prestasi belajar siswa dengan biaya kurang dari bawah manajemen
sekolah umum.
9. Pengecualian
Melalui pertengahan abad kedua puluh, kemampuan atau
pengelompokan homogen menjadi populer. Siswa yang memiliki kemampuan kecerdasan dikelompok
kan tersendiri dan siswa yang memiliki kasus-kasus (anak cacat) akan terisolasi dengan prestasi. Berbagai pendapat menyatakan bahwa pengelompokan siswa siswa mengurangi kesempatan untuk bergaul dengan semua jenis siswa dan
menyebabkan penurunan harga diri dari mereka yang memiliki
kasus-kasus (anak cacat).
10. Agama
dalam Pendidikan
Kata-kata yang ditemukan dalam Amandemen Pertama
Konstitusi AS adalah kebebasan beragama, berbicara, pers, dan perakitan
namun hampir setiap hari
ada berita tentang gugatan tentang pelanggaran dari satu atau lebih dari kebebasan
tersebut. Mahkamah Agung AS telah menegaskan kembali adanya pemisahan gereja dan negara.
Beberapa contoh praktek-praktek yang telah paling sering
mengharuskan ajudikasi pengadilan adalah doa atau membaca ayat-ayat Alkitab di
dalam kelas dan di acara-acara sekolah, studi Alkitab, penggunaan uang publik
untuk membantu sekolah sektarian, perayaan hari besar agama, mengajarkan
evolusi, berjanji setia kepada bendera Amerika, dan memungkinkan kelompok agama
untuk bertemu di sekolah.
11. Penjadwalan
Reformasi pertengahan 1990-an hingga saat ini telah mengatur perbaikan jadwal waktu sekolah. Masalah yang terjadi
pada tahap ini adalah perampingan jadwal yang menjadi lebih singkat sementara
prestasi siswa yang semakin menurun. Selain perubahan jadwal harian, ketidakpuasan dengan prestasi siswa telah
menghasilkan panggilan untuk perubahan dalam jadwal sekolah melalui penambahan waktu sekolah. Hal
ini berdasarkan persepsi bahwa
prestasi siswa akan bangkit apabila diberikan paparan tambahan untuk materi pelajaran.
12. Standar/Penilaian
Penetapan
standar penilaian dilaksanakan oleh masing-masing sekolah (sekolah lokal), yang
selaras dengan kurikulum yang diterapkan pada masing-masing wilayah. Perbaikan
standar penilaian dilakukan oleh masing-masing sekolah. Gerakan standar ini berbeda dari upaya lain yaitu
dalam penentuan standar negara dan nasional
untuk pelaksanaan tes-tes yang berstandar negara.
PEMBAHASAN
Oemar
Hamalik (2008), mengemukakan beberapa pengertian tentang kurikulum yaitu; (1) Kurikulum
sebagai sebagai program suatu kegiatan yang terencana, (2) kurikulum sebagai
hasil belajar yang diharapkan, (3) kurikulum sebagai reproduksi cultural, (4) Kurikulum
sebagai kumpulan tugas dan konsep distrik, (5) kurikulum sebagai agenda
rekonstruksi sosial, dan (6) kurikulum sebagai Curerre. Dimensi kurikulum menurut Hasan dalam Suparlan (2011), mengemukakan
bahwa kurikulum tebagi menjadi empat dimensi yaitu sebagai berikut:
1.
Kurikulum sebagai suatu Ide, yakni
sesuatu yang dihasilkan melalui kajian teoritis dan penelitian, khususnya dalam
bidang pendidikan dan kurikulum
2.
Kurikulum sebagai rencana tertulis,
yakni sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai ide, yang didalamnya memuat
tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat dan waktu
3.
Kurikulum sebagai kegiatan, yang
merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, misalnya
dalam bentuk praktik pembelajaran
4.
Kurikulum sebagai hasil, yakni merupakan
konsekuensi dari kurikulum sebagai kegaiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan
kurikulum, atau tujuan belajar, yaitu tercapainya perubahan perilaku peserta
didik, atau kemampuan tertentu peserta didik.
Berdasarkan
pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat
program yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan khususnya
tujuan pendidikan. Selain itu juga, kurikulum berkaitan erat dengan dunia
pendidikan, baik menyangkut proses yang berlangsung dalam pendidikan (sekolah),
maupun hal-hal yang mempengaruhi pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa maslah-masalah dalam dunia pendidikan merupakan bagian dari
masalah kurikulum juga.
Seperti
yang telah dikemukakan pada paragraf diatas, masalah kurikulum tentunya
berhubungan erat dengan masalah pendidikan yang terjadi sekarang ini. Masalah
pendidikan dilihat dari faktor eksternal mencakup beberapa aspek (Kementrian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2008) yaitu:
1. Faktor Transportasi
Transportasi
yang susah disebabkan oleh sering naiknya harga BBM di Indonesia. Hal ini
menyebabkan angka kemiskinan semakin bertambah. Akibatnya, banyak anak memilih
untuk berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya untuk berangkat ke sekolah.
Masalah ini menjadi kendala penuntasan pendidikan dasar Sembilan tahun.
2. Bencana Alam
Bencana
alam yang datang silih berganti diberbagai wilayah Indonesia telah menimbulkan
dampak langsung terhadap prose pemiskinan kepada masyarakat yang mengalaminya.
Selain itu juga sarana dan prasarana sekolah hancur karena adanya bencana alam
ini.
3. Kondisi Geografis
Kondisi
geografis wilayah Indonesia yang sangat berjauhan dan terisolir membuat
kebijakan penuntasan wajib belajar Sembilan tahun dan penghapusan kemiskinan
menjadi terambat.
4. Masalah Nutrisi
Banyak
anak Indonesia yang mengalami kekurangan gizi hingga mengalami gizi buruk.
Sebuah laporan mengemukakan bahwa jumlah penderita gizi buruk saat ini mencapai
28% atau sekitar delapan juta anak (Media
Indonesia, 14 Mei 2007).
5. Siaran Televisi
Berbagai
acara yang ditayangkan di media televisi membuat anak-anak lebih suka menonton
televise dari pada membaca buku. Selain itu juga menonton televisi tanpa ada
pengawasan yang ketat dari orang tua dapat berdampak pada prestasi belajar anak
dan berpengaruh pada perkembangannya kea rah yang negatif.
Masalah
kurikulum juga dapat dilihat dari faktor internalnya. Oemar Hamalik (2008),
mengkategorikan masalah kurikulum menjadi dua bagian yaitu masalah umum dan
masalah khusus.
1. Masalah Umum
Berbagai
masalah yang termasuk dalam masalah umum dapat dikelompokkan menjadi delapan
kelompok, yaitu bidang cakupan (scope), relevansi, keseimbangan, integrasi,
sekuens, kontinuitas, artikulasi, dan kemampuan transfer (transfer
ability).
Bidang Cakupan (Scope)
Scope atau bidang cakupan dapat didefinisikan sebagai “luas” kurikulum, yang di
dalamnya mencakup berbagai topik, pengalaman belajar, aktivitas,
pengorganisasian “elemen-elernen”, serta hubungan pengintegrasian dan
pengorganisasian berbagai elemen tersebut, yang harus diberikan kepada siswa di
sekolah. J.G. Saylor dan W.M. Alexander, sebagaimana dikutip Oliva (1992),
berpendapat bahwa: “By scope is meant the breadth, variety, and types of
education experiences that are to be provided pupils as they progress through
the programs”.
Untuk menentukan scope tersebut, para pengembang kurikulum dihadapkan pada sejumlah permasalahan berikut.
Untuk menentukan scope tersebut, para pengembang kurikulum dihadapkan pada sejumlah permasalahan berikut.
- Pengorganisasian
Berbagai Elemen dan Hubungan Antara lemen Tersebut
Menurut J. I. Goodlad, elemen scope adalah sebagai “the actual focal point for learning through which the school’s objectives are to attained”. Dan pengertian mi dapat dipahami bahwa unsur-unsur scope merupakan hal-hal pokok (actual points) yang harus dipelajari siswa di se olah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Tyler menyarankan agar para pengembang kurikulum sebaiknya dapat mengorganisasikan hubungan antarelemen atau unsur scope tersebut, yang berupa konsep, ilmu penge ahuan, dan berbagai keterampilan yang harus diberikan pada siswa. Dewasa mi, masalah yang dihadapi adalah tidak terbatasnya konsep, pengetahuan, dan keterampilan tersebut.
Pesatnya
perkembangan IPTEK
Sebagai
ujung tombak dan implementasi kurikulum, sudah sewajarnya guru terus mencermati
keterbatasan materx pelajaran. mi dikarenakan dewasa ini ilmu pengetahuan dan
teknologi cenderung terus berkembang dan meningkat sedemikian pesatnya
Berkaitan dengan masalah mi, A.J. Lewis (Oliva, 1 992) mengatakan bahwa:
“If the information continuous at the present pace,
by the ti,ne hjld born today graduates from college, the amount of information
in the world will have increased fourfould. By the time the child is 50 years
old, information will have increased 32 times, and 97 percent of everything
known in the world will have been learned since the child was born.”
Dari
kutipan di atas dapat dimengerti bahwa ketika anak yang dilahirkan saat mi
menamatkan bangku kuliah, maka dunia informasi yang akan dihadapi nanti sudah
berk embang empat kali lipat. Ketika si anak tersebut berumur 50 tahun, dunia
informasi menjadi erkembaflg 32 kali lipat. Padahal, 97 persen pengetahuan yang
ada di dunia mi diperoleh anak emenjak ia dilahirkan. Hal mi jelas r:erupakan
masalah tersendiri yang dihadapi para pengembang kurikulum dalam penentuan scope
kurikulum yang akan dikembangkan. Sangat jelas bahwa scope kurikulum harus
dikaitkan pada keadaan atau kondisi yang dialami siswa saat ini dengan prediksi
berbagai kemajuan IPTEK dimasa depan.
Penetapan
Prosedur Tujuan
Caswel
dan Campbell (Oliva, 1992) mengingatkan bahwa prosedur tujuan bukan hanya
menyangkut pengalaman belajar, topik, maupun organisasi dan hubungan antar
elemen tetapi juga menyangkut lima tahapan berikut:
a) Penetapan
tujuan yang inklusif
b) Tujuan
umum tersebut harus dirumuskan lagi ke dalam sejumlah pernyataan tujuan umum
yang lebih “kecil”
c) Sejumlah
pernyataan tersebut diterjemahkan ke dalarn tujuan Institusional
d) selanjutnya,
tujuan institusioflal tersebut diuraikan ke dalam tujuan permata pelajaran
(bidang studi), dan
e) Masing-masing tujuan per mata pelajaran atau bidang
studi tersebut harus diuraikan ke dalam tujuan pembelajaran umum, yang
selanjutnya dijabarkan lagi menjadi tujuan pembelajaran khusus per pokok bah
asan, dengan ketentuan bahan pernyataan tersebut dapat diukur.
Pengambilan
keputusan
Masalah
lain yang dihadapi dalani penentuan scope kurik ulum adalah pengambilan
keputusan tentang jadi atau tidaknya scope tersebut ditetapkan sebagai
cakupan sebuah kurikulum. Dalam pengambilan keputusan (decision maki ng) tersebut,
Oliva mengajukan se,jumlah pertanyaan yang harus dipertimbangkan yaitu:
a) Apa
yang sebenarnya diperlukan agar siswa dapat sukses di dalam masyarakat,
b) Kebutuhan-kebutuhan
apa yang diinginkan oleh daer ah, bangsa, negara dan dunia,
c) Hal-hal
esensial apa yang harus dikerjakan
Relevansi
Relevansi
atau
kesesuaian merupakan masalah lain yang cukup esensial dan harus mendapatkan
perhatian dalam pengembangan kurikulum. Berikut adalah salah satu interpretasi
tentang relevansi yang dikemukakan oleh B.O. Smith (Oliva, 1992):
relevansi memang mengandung dan sekaligus mengundang banyak penafsiran. Ini dikarenakan kata relevansi itu sendiri harus dikaitkan dengan masalah dunia kerja (vocation), kependudukan (citizenship), hubungan antarpribadi (personal relatiohship), dan berbagai aktivitas masyarakat lainnya yang menyangkut budaya, sosial, politik, dan sebagainya. Meskipun demikian , jelas terlihat bahwa masalah relevansi berkembang menurut kegunaan dan kebermaknaan suatu kurikulum bagi orang dan masyarakat dan bangsa, bahkan bagi komunitas bangsa di dunia pada umumnya.
relevansi memang mengandung dan sekaligus mengundang banyak penafsiran. Ini dikarenakan kata relevansi itu sendiri harus dikaitkan dengan masalah dunia kerja (vocation), kependudukan (citizenship), hubungan antarpribadi (personal relatiohship), dan berbagai aktivitas masyarakat lainnya yang menyangkut budaya, sosial, politik, dan sebagainya. Meskipun demikian , jelas terlihat bahwa masalah relevansi berkembang menurut kegunaan dan kebermaknaan suatu kurikulum bagi orang dan masyarakat dan bangsa, bahkan bagi komunitas bangsa di dunia pada umumnya.
Keseimbangan
Dalam
sulitnya mendefiflikan kata balance atau keseimbangan Oliva menunjukk beberapa variabel yang
harus dpertimbangkan seperti :
a) Kurikulum
yang berpusat pada siswa (child centered curriculum) dan kurikulum berpusat pada pelajaran (subject Centered
Curriculum)
b) Kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat (needs as-
sessments)
c) Pendidikan umum dan pendidikan khusus
d) Luas dan dalamnya kurikulum
e) Tiga domain penting pendidikan (kognitif,
afektif, dan psikomotorik)
f) Pendidikan dividual an pendidikan syarakat
g) Inovasi
dan tradisi
h) Logis
dan psikologis
i)
Kebutuh an yang diharapkan dan tidak
diharapkan siswa
j)
Kebutuhan akademis yang diharapkan
k) Metode,
pengalaman dan strategi;
l)
Cepatnya perubahan dan pergantian waktu
atau masa;
m) Dunia
kerja dan permainan
n) Sekolah
dan asyarakt sebagai sumber daya dalam pendidikan;
o) Disiplin
dan kelembagaan
p) Tujuan-tujuan
kelembagaan
q) Disiplin
ilmu.
Dikarenakan
begitu banyaknya variabel yang menyangkut keseimbangan dalam pengembangan
kurikulum tersebut, maka sudah dapat dipastikan bahwa hal mi juga telah menjadi
suatu masalah yang tidak dapat diabaikan begitu saja oleh para pengembang
kurikulum. Sebaliknya, justru merupakan masalah yang harus mendapat perhatian
yang cukup maksimal.
Integrasi
Para
pengembang kurikulum harus peduli terhadap masalah pengintegrasian mata
pelajaran. Pengintegrasian berarti memadukan, menggabungkan, dan
menyatukan antar disiplin imu Tyler (Oliva, 1992) mendefinisikan integrasi
sebagai berikut:
“The horizontal relationship ofcurriCUlum
experiences”... “The organization of these experiences should be such thatthey
help the student increasingly to get a unified view and to unity his behavior
in relation to the elem ents dealts with”.
Sehubungan
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Tyler tersebut, Taba juga menyatakan
bahwa:
“It is recognized that learning is more effective
when f acts and principles from one field can be related to another, especially
when applying this knowledge”.
Meskipun
demikian, lain halnya dengan penentuan scope dan sekuens yang bersifat
keharusan, pengintegrasian ini bersifat optional (pilihan) dan
kadang-kadang bahkan kon troversial. Apakah kurikulum berkeinginan untuk
mengintegrasikan pelajaran atau tidak bergantung pada filosofi pengetahuannya.
Bagaimanapun juga, kurikulum adalah suatu hal yang terintegrasi. Kadar dan
tingkat keintegrasian lebih ditentukan oleh dasar filosofis pengembang
kurikulum, dibandingkan dengan data empiris. Namun, karena tidak semua guru
berpandangan demikian, dengan alasan bahwa terdapat beberapa pelajaran yang
harus diajarkan terpisah (separatedt) maka kalangan progresif menawarkan
agar para guru, sebagai pengembang kurikulum, memosisikan dirinya. pada continuum,
(rangkaian). Korelasi mata pelajaran (Correlation of subject matter) yaitu
ubungafl di antara mata pelajaran yang masih ada unsur keterPisahannYa seperti
dalam pengajaran sejarah dan sastra, matematika dan sains, serta seni, musik
dan sastra. Korikasi akan menjadi integrasi jika identitas masing-masing
dilepaskan. Terdapat dua pandangan integrasi seperti yang ditawarkan oleh Taba.
Pertama, seperti yang dibahas sekarang ini, terdapat hubungan horizontal
antar pelajaran. Dalam hal ini, Taba (Oliva, 1992) juga menyatakan bahwa:
“Integration
is also defined as something that happens to an individual”
Adapun pandangan kedua mengatakan bahwa
Adapun pandangan kedua mengatakan bahwa
“The
problem then, is that of developing ways of helping individuals in this process
of creating a unity of know- ledge. This interpretation of integration throws
the emphasis from integrating subjects to locating the integrative threads”
Para perencana kurikulum harus memutuskan model pengorganisasian yang akan digunakan, apakah korelasi atau integrasi mata pelajaran. Hal yang perlu diperhatika adalah bahwa scope, relevansi, keseimbangan, dan integrasi merupakan suatu rangkaian yang erat sekali kaitannnya satu sama lain.
Para perencana kurikulum harus memutuskan model pengorganisasian yang akan digunakan, apakah korelasi atau integrasi mata pelajaran. Hal yang perlu diperhatika adalah bahwa scope, relevansi, keseimbangan, dan integrasi merupakan suatu rangkaian yang erat sekali kaitannnya satu sama lain.
Sekuens
(Sequence)
Sekuens
(sequence) berarti susunan atau urutan penge1opokan kegiatan atau
langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan kurikulum. Bila scope mengacu
pada “apa”, maka sekuens lebih mengacu
pada “kapan” dan “di mana” pokok pokok bahasan tersebut ditempatkan dan
dilaksanakan. Berikut adalah langkah-langkah sekuens.
a)
Mulai dan yang paling sederhana menuju
yang kompleks;
b)
Menuruti alur kronologis;
c)
Balikan dan alur kronologis;
d)
Mulai dan keadaan geografis yang dekat
sampai ke yang jauh;
e)
Dan jauh menuju dekat;
f)
Dan konkret ke abstrak;
g)
Dari umum menuju khusus; dan
h)
Dari khusus
menuju umum
Donald E. Orlosky dan B. Othanel Smith (Oliva, 1992)
mengemukakan bahwa terdapat tiga konsep sekuens sekuens menurut kebutuhan ,
sek uensmakro , dan sekuens mikro. Dalam proses sekuens, para
pengembang kuriku1um harus memperhatikan tingkat kedewasaan, latar belakang
pengalaman, tingkat kematangan dan ketertarikan atau minat siswa, serta tingkat
kegunaan dan kesukaran materi pelajaran.
Kontinuitas
Kontinuitas merupakan pengu1ang terencana tentang isi (content) untuk mencapaj
keberhasilan. Tyler mendeskripsikan kontinuitas sebagai Pengulangan vertikal
dan elemen unsur kurikulum.
Pada
dasarnya, prinsip kontinuitas menyerupai dengan apa yang disebut “spiral
curriculum”, yaitu pengenalan konsep, keterampilan, dan pengetahu secara
berulang. Dalam permasalahan kontinuitas mi, dibutuhkan tingkat keahlian
yang tinggi dan perencana kurjkulum baik menyangkut
pengetahu terhadap materi pelajaran maupun pengetahuan tentang siswanya; Kontinuitas bukanlah sematamata pengulangan isi (content) pelajaran, meiainkan merupakan pengulangan yang kompleks dan canggih (sop his- ticated) dalam upaya peningkatan hasil belajar.
yang tinggi dan perencana kurjkulum baik menyangkut
pengetahu terhadap materi pelajaran maupun pengetahuan tentang siswanya; Kontinuitas bukanlah sematamata pengulangan isi (content) pelajaran, meiainkan merupakan pengulangan yang kompleks dan canggih (sop his- ticated) dalam upaya peningkatan hasil belajar.
Artikulasi
Artikulasi
diartikan
sebagai pertautan antara kelompok elemen atau unsur lintas tingkatan sekolah.
Contohnya dapat dilihat antara SD dan SLTP, SLTP dan SMA, serta antara SMA dan
Perguruan Tinggi (PT), yang juga tak lepas dalam dimensi sekuens seperti halnya
kontinuitas. Oliver (Oliva, 1992) menjelaskan pengertian artikulasi sebagai
“artikulasi horizontal” atau “korelasi”, sedangkan kontinuitas sebagai
“artikulasi vertikal”. Dan pengertian ini dapat diketahui bahwa antara sekuens,
kontinuitas, dan artikulasi terdapat kaitan
satu dengan yang lainnya. Sekuens merupakan pengaturan unit-unit dan
materi pelajaran secara logis dan kronologis menurut unit, lembaga dan
tingkatannya. Kontinuitas merupakan rencana introduksi dan reintroduksi jt-flit
materi yang sama di berbagai tingkatan dalam upaya meningkatkan pemahaman yang
kompleks dan komprehensif. Adapun artikulasi merupakan rencana sekuens
unit-unit materi pelajaran tersebut secara lintas tingkatan.
Kemampuan
Transfer
Segala hal yang diberikan sekolah pada hakikatnya
merupakan “proses pentransferan nilai” maksudnya apapun yang dipelajari di sekolah seharusnya harus dapat
diaplikasikan di luar sekolah, saat siswa sudah menamatkan
pendidikannya. Dengan demikian, proses pendidikan di sekolah harus dapat
memperkaya kehidupan siswa.
Para ahli pendidikan seperti Thorndike, Daniel dan
L. N. Tanner, serta Taba menyepakati bahwa ,jika guru hendak mentransfer nilai-nilai tersebut, maka
terlebih dahulu harus diperhatikan
prinsip-priflSiP umum dan proses transfer yaitu:
a) Transfer
merupakan “hati nurani” pendidikan
b) Proses
transfer memungkinkan untuk dilakukan;
c) Proses
transfer dimulai dan situasi yang lebih dekat, ke situasi luar kelas yang lebih
jauh dan luas;
d) Hasil
transfer akan lebih bermakna (meaningful) jika guru membantu siswa dalam
menderivasi, generalisasi, serta menetapkan generalisasi tersebut; dan
e) Secara
umum, dapat dikatakan bahwa ketika siswa mem peroleh pengetahuan bagi dirinya,
proses transfer tersebut telah berhasil.
Transferability
merupakan
prinsip dan pengajaran dan sekaligus juga prinsip dan kurikulum. Pada saat
membicarakan metode mengajar transferability, berarti kita memasuki
wilayah proses pengajaran. Pada saat menganalisis hal yang ditransferkan, maka
kita telah memasuki wilayah kurik ulum. Oleh karena itu, para pengembang
kurikulum harus menentukan tujuan, menyeleksi isi atau materi, dan
memilih strategi pengajaran yang mengarah pada pendayagunaan proses transfer
secara maksimal. Selanjutnya, dalam perenc anaan evaluasi kurikulum juga harus
dimasukkan ukuran tingkatan transfer dan berbagai segmen dalam kurikulum.
2. Masalah Khusus
Dalam
kaitannya dengan pengembangan kurikulum beberapa rnasalah berikut perlu
dipahami secara seksama:
a.
Berbagai masalah yang dengan tujuan dan
hasil-hasil kurikulum yang diharapkan oleh sekolah seperti:
a) Untuk
siapa kurikulum itu disediakan,
b) Apakah
kurikulum tersebut bermaksud mendidik siswa agar mampu mengendalikan diri, atau
agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial,
c) Apakah
kurikulum bersifat mendoktrinasi sesuatu,
d) Apakah
kurikulum bermaksud mempersiapkan siswa bagi masa depannya, atau untuk memenuhi
berbagai kebutuhan yang dirasakan sekarang mi,
e) Apakah
kurikulum memberikan pelayanan terhadap masyarakat atau perorangan,
f) Apakah
kurikulum berkenaan dengan permasalahan yang kontroversial,
g) Apakah
kurikulum disesuaikan dengan minat dan kebutuhan perorangan atau umum,
h) Apakah
kurikulum berkenaan dengan pendidikan umum atau dengan pendidikan khusus,
i)
Apakah kurikulum dikaitkan dengan usaha
pencapaian tujuan-tujuan pendidikan, dan
j)
Apakah tujuan-tujuan tersebut diperbaiki
guna mencapai hash pendidikan yang lebih baik.
2.
Berbagal masalah yang berhubungan dengan
isi dan organisasi kurikulum, yang terdiri atas:
a) Ukuran
yang digunakan dalam memilih bahan dan pengalaman-pengalaman kurikuler,
b) Apakah
kurikulum disusun berdasarkan mata pelajaran ataupengusahaan adanya korelasi,
c) Perbedaan-perbedaan
yang terdapat dalam kurikulum tersebut
d) Jenis-jenis
kegiatan dan pengalaman yang terdapat dalam kurikuler,
e) Jenis
kurikulum yang digunakan,
f) Pengalaman
pengalaman yang diwajibkan dan yang bersifat pilihan,
g) Apakah
dalam kurikulum terdapat pelajaran pelajaran khusus.
h) Berbagai
pelajaran yang diperlukan untuk kenaikan kelas, dan
i)
Cara perbaikan seleksi dan organisasi
bahan-bahan pelajaran dan pengalaman.
3.
Masalah yang berhübungan dengan proses
penyusunan dan revisi kurikulum, seperti:
a) Cara
pengadaan artikulasi dan korelasi,
b) awal
penyusunan dan perevisian kurikulum,
c) Sumber-sumber
informasi yang dapat dimanfaatkan untuk penyusunan kurikulum,
d) Pihak
yang dapat ikut berpartisipasi dalam perubahan dan penyusunan kurikulum,
e) Pihak
yang akan memberikan latihan dalam pengeI olaan kurikulum dan dalam bentuk
pelaksanaan latihan tersebut,
f) Langkah-langkah
yang akan dilakukan dalam menga dakan perubahan (revisi) kurikulum secara
menyeluruh, dan
g) Cara
perbaikan proses penyusunan kurikulum.
Berdasarkan
masalah pendidikan yang dikemukakan diatas dan apabila dihubungkan dengan
masalah kurikulum yang dikemukakan Peter F. Oliva dalam bukunya yang berjudul Developing the Curriculum, maka dapat
dikaji bahwa:
1.
Setiap Negara mempunyai masalah dalam
bidang kurikulum, dan masalah kurikulum disetiap Negara merupakan masalah yang
kompleks dan urgen karena dapat merusak dan mempengaruhi tatanan perkembangan
pendidikan serta aspek-aspek lainnya dalam berkembangnya suatu Negara.
2.
Dua belas masalah-masalah kurikulum yang
kategorikan oleh Peter F. Oliva, merupakan masalah yang terjadi diseluruh
negara termasuk di Indonesia. Masalah tersebut berupa konten atau isi dari
kurikulum yang wewenang perbaikannya ada pada pemerintah disetiap Negara.
Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah harus lebih objektif melihat
masalah yang ada dilapangan.
3.
Faktor eksternal dalam masalah kurikulum
yang terjadi di Indonesia (transportasi, bencana alam, letak geografis,
nutrisi/kesehatan, dan Televisi) merupakan masalah yang sebagiannya terjadi
juga di Amerika. Letak geografis, kesehatan, bencana alam merupakan masalah
yang sama dialami di dua Negara ini. Masalah ini merupakan masalah yang harus
di atasi oleh pemerintah sebelum menangani masalah pad konten/isi dari
kurikulum, karena kurikulum belum dapat berjalan maksimal tanpa didukung
hal-hal yang menunjang lainnya seperti transportasi yang memadai, nutrisi
kesehatan yang cukup untuk kecerdasan anak, serta siara-siaran yang mendidik
yang ditonton anak melalui layar kaca televisi.
4.
Masalah eksternal dan masalah internal (konten
/ isi dari kurikulum) harus mendapatkan perhatian khusus dari tim pengembang
kurikulum sehingga bedampak baik pada revisi kurikulum nantinya.
5.
Manajemen otonomi dalam pengelolaan
kurikulum secara wilayah yang diterapkan di Amerika merupakan contoh yang dapat
diikuti oleh pemerintah di Negara kita. Untuk memperoleh hasil yang optimal
maka perubahan kurikulum secara menyeluruh
pada semua aspek harus dilakukan pada system kurikulum kita.
Kekurangan
dan Kelebihan Kurikulum di Indonesia
Kurikulum 1947
a.
Kelebihan dari kurikulum 1947 yaitu
lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar
dengan bangsa lain.
b.
Kekurangan dari kurikulum 1947 yaitu kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi
sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang.
Kurikulum 1952
a.
Kelebihan dari kurikulum 1952 yaitu kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan
nasional.
b.
Kekurangan dari kurikulum 1952 yaitu
masih kurangnya tenanga pengajar dan tidak didukung dengan fasilitas yang
memadai.
Kurikulum 1968
a.
Kelebihan
Kurikulum 1968 yaitu Pendidikan diarahkan pada kegiatan
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat
dan kuat.
b.
Kekurangan
Kurikulum 1968 yaitu hanya memuat mata pelajaran pokok saja
dan muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan.
Kurikulum 1975
a.
Kelebihan
Kurikulum 1975 yaitu Menekankan pada pendidikan yang lebih
efektif dan efisien dalam hal daya dan waktu dan Menganut sistem yang
senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik,dapat diukur dan
dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
b.
Kelemahan
Kurikulum 1975 yaitu Guru dibuat sibuk menulis rincian apa
yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran
Kurikulum 1984 (Kurikulum CBSA)
a.
Kelebihan
kurikulum 1984 (CBSA) yaitu Pendekatan pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental,
intlektual dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar
secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektip, maupun psikomotor.
b.
Kekurangan
Kurikulum 1984 (CBSA) yaitu Posisi siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar dan banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA, yang terlihat
adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajaar model berceramah.
Kurikulum 1994
a.
Kelebihan
Kurikulum 1994 yaitu Penggunaan strategi yang melibatkan
siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan social dan pengajaran
dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang
sulit, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
b.
Kekurangan
Kurikulum 1994 yaitu :
·
Aspek yang di kedepankan dalam kurikulum
1994 terlalu padat.
·
Konsep pengajaran satu arah, dari guru
ke murid.
·
Beban belajar siswa terlalu berat karena
banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
·
Materi pelajaran yang dianggap terlalu
sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan
kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
·
Pengulangan-pengulangan
materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
Kurikulum 2004 / Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK)
a.
Kelebihan
Kurikulum 2004 yaitu :
·
Dalam pembelajaran adanya komunikasi dua
arah antara guru dan siswa.
·
Pembelajaran berpusat pada siswa.
·
Penggunaan pendekatan dan metode yang
bervariasi.
·
Sumber belajar yang bervariasi.
b.
Kekurangan
Kurikulum 2004
Kurangnya sumber manusia yang
potensial dalam menjabarkan KBK dengan kata lain masih rendahnya kualitas
sorang guru, karena dalam KBK seorang guru dituntut untuk lebih kreatif dalam
menjalankan pendidikan.
Kurikulum 2006 (KTSP)
a.
Kelebihan KTSP
yaitu :
·
Dalam pembelajaran adanya komunikasi dua
arah antara guru dan siswa.
·
Pembelajaran berpusat pada siswa.
·
Penggunaan pendekatan dan metode yang
bervariasi.
·
Sumber belajar yang bervariasi.
·
seorang
guru benar-benar digerakkan menjadi manusia yang professional yang menuntut kekereatifitasan.
b.
Kekurangan
KTSP
- Kurangnnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Minimnya kualitas guru dan sekolah.
- Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP .
- Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik kosepnya, penyusunannya, maupun prakteknya di lapangan.
- Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban mengajar 24 jam, sebagai syarat sertifikasi guru untukmendapatkan tunjangan profesi.
Kurikulum
2013 (KTSP)
Kekurangan-kekurangan
yang terdapat pada kurikulum 2013 adalah :
- Kurikulum 2013 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional karena penekanan pengembangan kurikulum hanya didasarkan pada orientasi pragmatis. Selain itu, kurikulum 2013 tidak didasarkan pada evaluasi dari pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sehingga dalam pelaksanaannya bisa membingungkan guru dan pemangku pendidikan.
- Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013. Pemerintah melihat seolah-olah guru dan siswa mempunyai kapasitas yang sama.
- Tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan. UN hanya mendorong orientasi pendidikan pada hasil dan sama sekali tidak memperhatikan proses pembelajaran. Hal ini berdampak pada dikesampingkannya mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN. Padahal, mata pelajaran non-UN juga memberikan kontribusi besar untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. (2008). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya
Husamah. & Setianingrum, Yanur.
(2013). Desain Pembelajaran Berbasis
Pencapaian Kompetensi (Panduan Merancang Pembelajaran untuk Mendukung
Implementasi Kurikulum 2013). Jakarta: Prestasi Pustaka
Kementrian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. (2008). Pendidikan di Indonesia Masalah dan Solusinya. Jakarta: Kementrian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia
Nasution, S.
(2008). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta:
Bumi Aksara
Oliva, Peter F. & Gordon II, Wiliam
R. (2012). Developing the Curriculum.
Cambridge: Pearson
Suparlan. (2011). Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran (Curricullum
and Learning Material Development). Jakarta: Bumi Aksara
Fitriya, Hidayatul. (2014, Februari 23). Sejarah Kurikulum di Indonesia 1945-2013.
Message posted to http://hidayatulfitriya.blogspot.co.id/2014/02/sejarah-kurikulum-di-indonesia-1945-2013.html
Kesumawardani, Pipit. (2012, Desember 18). Perkembangan Kurikulum di Indonesia,
Kelebihan dan kekurangannya. Message posted to https://www.academia.edu/8105736/Perkembangan_Kurikulum_di_Indonesia_kelemahan_dan_kelebihannya
Kurniyati, Ety. (2013, Juli 15). Analisis Sejarah Kurikulum di Indonesia.
Message posted to https://etykurniyati.wordpress.com/2013/07/15/analisis-sejarah-kurikulum-di-indonesia/
No comments:
Post a Comment