Saturday, January 23, 2016

CURRENT CURRICULUM ISSUES (Peter F Oliva & William R Gordon / Developing the Curriculum)



CURRENT CURRICULUM ISSUES
“Masalah Kurikulum Saat Ini”

PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan suatu jembatan dalam mencapai suatu tujuan pendidikan dalam suatu Negara. Dimensi kurikulum menurut Hasan dalam Suparlan (2011), mengemukakan bahwa kurikulum tebagi menjadi empat dimensi yaitu kurikulum sebagai idea tau gagasan, kurikulum sebagai rencana tertulis, kurikulum sebagai kegiatan, serta kurikulum sebagai evaluasi. Maknanya adalah, suatu kurikulum mencakup semua aspek yang telah dituliskan diatas yang merupakan gabungan dalam suatu prosedur dalam pelaksanaan kegiatan dari tahap awal sampai pada tahap terakhir.
Kurikulum yang baik dan tepat sasaran, merupakan kurikulum yang dapat memberikan hasil yang baik terhadap pendidikan dalam suatu Negara. Kurikulum dikatakan tidak berhasil apabila belum memberikan konstribusi yang maksimal terhadap kemajuan suatu bangsa. Pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih dianggap belum maksimal. Pembelajaran di sekolah memberikan dampak pada pendidikan di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara lain, pendidikan di Indonesia masih sangat jauh. Pendidikan merupakan hal yang berkaitan dengan sistem kurikulum yang dijalankan. Kemerosotan pendidikan di Indonesia yang tertinggal dari negara lain, sangat erat kaitannya dengan masalah-masalah kurikulum yang cetuskan oleh para pemerintah dan berdampak buruk kepada pendidik dan peserta didik.
Untuk memajukan kembali pendidikan di Indonesia, maka kita harus terlebih dahulu mengetahui masalah-masalah yang telah dihadapi oleh kurikulum Indonesia. Setelah itu, barulah kita mampu mencari solusi untuk memecahkan masalah kurikulum di Indonesia.



INTISARI ISI BAB
Peter F. Oliva dan Wiliam R. Gordon (2012), mengemukakan bahwa terdapat dua belas masalah kurikulum saat ini, masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Inisiatif Daerah Akademis
Inisiatif daerah Akademik adalah perkembangan kurikulum yang telah dilakukan untuk memperbaiki kekurangan yang dirasakan di sekolah tertentu saja. Gagasan untuk perkembangan kurikulum berlaku untuk perubahan program untuk memenuhi tujuan kurikulum saat ini, revisi dramatis dari tujuan tersebut, mengubah program akademik secara radikal.
2.      Pengaturan Sekolah Alternatif
Terdapat banyak tawaran-tawaran kepada siswa tentang adanya sekolah alternatif  bagi siswa yang tidak berjalan dengan baik disekolah-sekolah umum. Di antara alternatif yang lebih umum di luar sekolah yang didirikan adalah sekolah yang disebut bebas, sekolah etalase, sekolah organisasi, dan bisnis bisnis di lingkungan masyarakat. Beberapa sekolah alternatif masih mengejar popularitas sehingga perekrutan siswa masih sebagai korban eksperimen saja. Populernya sekolah model umum yang dirancang oleh perusahaan bekerjasama dengan distrik sekolah. Beberapa sistem sekolah mempertahankan sekolah alternatif di mana siswa ditugaskan untuk berbagai waktu untuk mengikuti kegiatan disekolah umum maupun disekolah alternatif.
Kemungkinan orang tua yang menyekolahkan anaknya pada sekolah-sekolah swasta dan paroki. Terdapat sistem voucher sekolah pada sekolah swasta dan paroki. Pendukung sistem voucher termasuk sekolah swasta dan paroki, hak beragama, dan orang tua yang tidak puas dengan sekolah umum. Cepat berkembang di akhir 1990-an dan berlanjut hingga saat ini, sekolah piagam telah menambahkan dimensi lain untuk unsur pilihan sekolah. Sekolah-sekolah ini dapat ditempatkan di dalam sistem sekolah atau dioperasikan di luar sistem sekolah, mereka mungkin atau mungkin tidak menggunakan personil sekolah umum, dan mereka dapat dijalankan untuk atau tanpa keuntungan. Orang tua dapat memilih homeschooling untuk anak-anak mereka karena mereka tidak puas dengan sifat sekuler sekolah umum. Klaim lain adalah kurangnya keamanan di sekolah-sekolah, penggunaan narkoba di kalangan siswa, kurangnya disiplin dan intimidasi, kekerasan, kelas besar, tekanan teman sebaya, dan sosialisasi memaksa anak-anak mereka dengan orang lain yang mereka anggap tidak diinginkan.
3.      Dwibudaya Pendidikan
Lebih dari 55.000.000 orang di Amerika Serikat berbicara bahasa lain selain bahasa Inggris. Bahasa lain selain bahasa Inggris, tumbuh dan berkembang di Amerika. Oleh karena itu para pengembang kurikulum merasa kesulitan dalam mengembangkan program pendidikan bilingual. Pendidikan Bilingual adalah masalah pendidikan, bahasa, sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Sehingga bahasa Inggris yang dikenal dengan satu-satunya bahasa resmi menjadi salah satu pertentangan.
4.      Pengawasan
Pengawasan pada terbitnya buku pelajaran dan buku perpustakaan. Seringnya penghapusan buku-buku perpustakaan, buku pelajaran, dan bahan ajar lainnya dari sekolah seperti buku tentang konflik yang membedakan nilai-nilai sekuler dan agama dalam masyarakat yang majemuk dan interpretasi doktrin pemisahan antara gereja dan negara. Nilai-nilai sekuler dan agama, lebih banyak mempertimbangkan kajian-kajian terbitnya buku pada masalah agama, politik, ras, seksualitas, kekerasan dan bahasa. Nilai-nilai sekuler dan agama, lebih banyak mempertimbangkan kajian-kajian terbitnya buku pada masalah agama, politik, ras, seksualitas, kekerasan dan bahasa. Mahkamah Agung AS dalam keputusannya menegaskan bahwa otoritas pejabat sekolah berwewenang untuk menyensor publikasi mahasiswa. Seperti menyensor artikel yang mungkin mencerminkan tidak baik pada sekolah, seperti dalam kasus artikel tentang agama, jenis kelamin, obat-obatan, alkohol, dan pernyataan politik.
5.      Ketidakadilan Gender
Jenis kelamin menjadi salah satu masalah abadi dalam dunia pendidikan. Adanya ketidakadilan atau diskriminasi terhadap jenis kelamin tertentu (perempuan) merupakan salah satu contoh dari permasalahan ini. Misalnya dalam membandingkan jenis kelamin tertentu saja yang memiliki peluang prestasi yang lebih tinggi atau memiliki peluang yang lebih besar. Adanya kesenjangan antara pria dan wanita.
6.      Kesehatan dalam Pendidikan
Mewabahnya penggunaan dan penyalahgunaan alkohol, obat-obatan, dan tembakau, tingginya insiden kehamilan remaja, dan termasuk penyakit menular seksual, menjadi permasalahan kesehatan pendidikan di Amerika yang sering melanda dikalangan pelajar. Dalam masalah seksualitas, terdapat adanya perselisihan pendapat yakni pendidikan pendidikan seks sebaiknya dibelajarkan disekolah-sekolah dan ada juga yang berpendapat bahwa pendidikan seks menjadi tanggung jawab keluarga dan gereja.
7.      Multikulturalisme
Terdapat pemisahan danperbedaan ras. Sejak pengadilan memutuskan pemisahan ras, Dewan Pendidikan Topeka, Kansas (1954), berupaya telah melakukan untuk mengintegrasikannya kedalam kurikulum sekolah. Masalah inti dalam multikulturalisme atau keanekaragaman budaya adalah perjuangan untuk dominasi antara melting pot dan konsep salad mangkuk (the melting-pot and salad-bowl concepts).
8.      Privatisasi
Privatisasi merupakan usaha pengalihan aset-aset negara menjadi aset swasta atau perseorangan. Pengusaha swasta mempertahankan bahwa mereka dapat menawarkan administrasi yang lebih efisien dan meningkatkan prestasi belajar siswa dengan biaya kurang dari bawah manajemen sekolah umum.
9.      Pengecualian
Melalui pertengahan abad kedua puluh, kemampuan atau pengelompokan homogen menjadi populer. Siswa yang memiliki kemampuan kecerdasan dikelompok kan tersendiri dan siswa yang memiliki kasus-kasus (anak cacat) akan terisolasi dengan prestasi. Berbagai pendapat menyatakan bahwa pengelompokan siswa siswa mengurangi kesempatan untuk bergaul dengan semua jenis siswa dan menyebabkan penurunan harga diri dari mereka yang memiliki kasus-kasus (anak cacat).
10.  Agama dalam Pendidikan
Kata-kata yang ditemukan dalam Amandemen Pertama Konstitusi AS adalah kebebasan beragama, berbicara, pers, dan perakitan namun hampir setiap hari ada berita tentang gugatan tentang pelanggaran dari satu atau lebih dari kebebasan tersebut. Mahkamah Agung AS telah menegaskan kembali adanya pemisahan gereja dan negara. Beberapa contoh praktek-praktek yang telah paling sering mengharuskan ajudikasi pengadilan adalah doa atau membaca ayat-ayat Alkitab di dalam kelas dan di acara-acara sekolah, studi Alkitab, penggunaan uang publik untuk membantu sekolah sektarian, perayaan hari besar agama, mengajarkan evolusi, berjanji setia kepada bendera Amerika, dan memungkinkan kelompok agama untuk bertemu di sekolah.
11.  Penjadwalan
Reformasi pertengahan 1990-an hingga saat ini telah mengatur perbaikan jadwal waktu sekolah. Masalah yang terjadi pada tahap ini adalah perampingan jadwal yang menjadi lebih singkat sementara prestasi siswa yang semakin menurun. Selain perubahan jadwal harian, ketidakpuasan dengan prestasi siswa telah menghasilkan panggilan untuk perubahan dalam jadwal sekolah melalui penambahan waktu sekolah. Hal ini berdasarkan persepsi bahwa prestasi siswa akan bangkit apabila diberikan paparan tambahan untuk materi pelajaran.
12.  Standar/Penilaian
Penetapan standar penilaian dilaksanakan oleh masing-masing sekolah (sekolah lokal), yang selaras dengan kurikulum yang diterapkan pada masing-masing wilayah. Perbaikan standar penilaian dilakukan oleh masing-masing sekolah. Gerakan standar ini berbeda dari upaya lain yaitu dalam penentuan standar negara dan nasional untuk pelaksanaan tes-tes yang berstandar negara.

PEMBAHASAN
Oemar Hamalik (2008), mengemukakan beberapa pengertian tentang kurikulum yaitu; (1) Kurikulum sebagai sebagai program suatu kegiatan yang terencana, (2) kurikulum sebagai hasil belajar yang diharapkan, (3) kurikulum sebagai reproduksi cultural, (4) Kurikulum sebagai kumpulan tugas dan konsep distrik, (5) kurikulum sebagai agenda rekonstruksi sosial, dan (6) kurikulum sebagai Curerre. Dimensi kurikulum menurut Hasan dalam Suparlan (2011), mengemukakan bahwa kurikulum tebagi menjadi empat dimensi yaitu sebagai berikut:
1.      Kurikulum sebagai suatu Ide, yakni sesuatu yang dihasilkan melalui kajian teoritis dan penelitian, khususnya dalam bidang pendidikan dan kurikulum
2.      Kurikulum sebagai rencana tertulis, yakni sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai ide, yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat dan waktu
3.      Kurikulum sebagai kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, misalnya dalam bentuk praktik pembelajaran
4.      Kurikulum sebagai hasil, yakni merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai kegaiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum, atau tujuan belajar, yaitu tercapainya perubahan perilaku peserta didik, atau kemampuan tertentu peserta didik.
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat program yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan khususnya tujuan pendidikan. Selain itu juga, kurikulum berkaitan erat dengan dunia pendidikan, baik menyangkut proses yang berlangsung dalam pendidikan (sekolah), maupun hal-hal yang mempengaruhi pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa maslah-masalah dalam dunia pendidikan merupakan bagian dari masalah kurikulum juga.
Seperti yang telah dikemukakan pada paragraf diatas, masalah kurikulum tentunya berhubungan erat dengan masalah pendidikan yang terjadi sekarang ini. Masalah pendidikan dilihat dari faktor eksternal mencakup beberapa aspek (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2008) yaitu:

1.      Faktor Transportasi
Transportasi yang susah disebabkan oleh sering naiknya harga BBM di Indonesia. Hal ini menyebabkan angka kemiskinan semakin bertambah. Akibatnya, banyak anak memilih untuk berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya untuk berangkat ke sekolah. Masalah ini menjadi kendala penuntasan pendidikan dasar Sembilan tahun.
2.      Bencana Alam
Bencana alam yang datang silih berganti diberbagai wilayah Indonesia telah menimbulkan dampak langsung terhadap prose pemiskinan kepada masyarakat yang mengalaminya. Selain itu juga sarana dan prasarana sekolah hancur karena adanya bencana alam ini.
3.      Kondisi Geografis
Kondisi geografis wilayah Indonesia yang sangat berjauhan dan terisolir membuat kebijakan penuntasan wajib belajar Sembilan tahun dan penghapusan kemiskinan menjadi terambat.
4.      Masalah Nutrisi
Banyak anak Indonesia yang mengalami kekurangan gizi hingga mengalami gizi buruk. Sebuah laporan mengemukakan bahwa jumlah penderita gizi buruk saat ini mencapai 28% atau sekitar delapan juta anak (Media Indonesia, 14 Mei 2007).
5.      Siaran Televisi
Berbagai acara yang ditayangkan di media televisi membuat anak-anak lebih suka menonton televise dari pada membaca buku. Selain itu juga menonton televisi tanpa ada pengawasan yang ketat dari orang tua dapat berdampak pada prestasi belajar anak dan berpengaruh pada perkembangannya kea rah yang negatif.
Masalah kurikulum juga dapat dilihat dari faktor internalnya. Oemar Hamalik (2008), mengkategorikan masalah kurikulum menjadi dua bagian yaitu masalah umum dan masalah khusus.


1.      Masalah Umum
Berbagai masalah yang termasuk dalam masalah umum dapat dikelompokkan menjadi delapan kelompok, yaitu bidang cakupan (scope), relevansi, keseimbangan, integrasi, sekuens, kontinuitas, artikulasi, dan kemampuan transfer (transfer ability).
Bidang Cakupan (Scope)
Scope atau bidang cakupan dapat didefinisikan sebagai “luas” kurikulum, yang di dalamnya mencakup berbagai topik, pengalaman belajar, aktivitas, pengorganisasian “elemen-elernen”, serta hubungan pengintegrasian dan pengorganisasian berbagai elemen tersebut, yang harus diberikan kepada siswa di sekolah. J.G. Saylor dan W.M. Alexander, sebagaimana dikutip Oliva (1992), berpendapat bahwa: “By scope is meant the breadth, variety, and types of education experiences that are to be provided pupils as they progress through the programs”.
Untuk menentukan scope tersebut, para pengembang kurikulum dihadapkan pada sejumlah permasalahan berikut.
  1. Pengorganisasian Berbagai Elemen dan Hubungan Antara lemen Tersebut
    Menurut J. I. Goodlad, elemen scope adalah sebagai “the actual focal point for learning through which the school’s objectives are to attained”. Dan pengertian mi dapat dipahami bahwa unsur-unsur scope merupakan hal-hal pokok (actual points) yang harus dipelajari siswa di se olah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Tyler menyarankan agar para pengembang kurikulum sebaiknya dapat mengorganisasikan hubungan antarelemen atau unsur scope tersebut, yang berupa konsep, ilmu penge ahuan, dan berbagai keterampilan yang harus diberikan pada siswa. Dewasa mi, masalah yang dihadapi adalah tidak terbatasnya konsep, pengetahuan, dan keterampilan tersebut.
Pesatnya perkembangan IPTEK
Sebagai ujung tombak dan implementasi kurikulum, sudah sewajarnya guru terus mencermati keterbatasan materx pelajaran. mi dikarenakan dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi cenderung terus berkembang dan meningkat sedemikian pesatnya Berkaitan dengan masalah mi, A.J. Lewis (Oliva, 1 992) mengatakan bahwa:
“If the information continuous at the present pace, by the ti,ne hjld born today graduates from college, the amount of information in the world will have increased fourfould. By the time the child is 50 years old, information will have increased 32 times, and 97 percent of everything known in the world will have been learned since the child was born.”
Dari kutipan di atas dapat dimengerti bahwa ketika anak yang dilahirkan saat mi menamatkan bangku kuliah, maka dunia informasi yang akan dihadapi nanti sudah berk embang empat kali lipat. Ketika si anak tersebut berumur 50 tahun, dunia informasi menjadi erkembaflg 32 kali lipat. Padahal, 97 persen pengetahuan yang ada di dunia mi diperoleh anak emenjak ia dilahirkan. Hal mi jelas r:erupakan masalah tersendiri yang dihadapi para pengembang kurikulum dalam penentuan scope kurikulum yang akan dikembangkan. Sangat jelas bahwa scope kurikulum harus dikaitkan pada keadaan atau kondisi yang dialami siswa saat ini dengan prediksi berbagai kemajuan IPTEK dimasa depan.
Penetapan Prosedur Tujuan
Caswel dan Campbell (Oliva, 1992) mengingatkan bahwa prosedur tujuan bukan hanya menyangkut pengalaman belajar, topik, maupun organisasi dan hubungan antar elemen tetapi juga menyangkut lima tahapan berikut:
a)      Penetapan tujuan yang inklusif
b)      Tujuan umum tersebut harus dirumuskan lagi ke dalam sejumlah pernyataan tujuan umum yang lebih “kecil”
c)      Sejumlah pernyataan tersebut diterjemahkan ke dalarn tujuan Institusional
d)     selanjutnya, tujuan institusioflal tersebut diuraikan ke dalam tujuan permata pelajaran (bidang studi), dan
e)      Masing-masing tujuan per mata pelajaran atau bidang studi tersebut harus diuraikan ke dalam tujuan pembelajaran umum, yang selanjutnya dijabarkan lagi menjadi tujuan pembelajaran khusus per pokok bah asan, dengan ketentuan bahan pernyataan tersebut dapat diukur.
Pengambilan keputusan
Masalah lain yang dihadapi dalani penentuan scope kurik ulum adalah pengambilan keputusan tentang jadi atau tidaknya scope tersebut ditetapkan sebagai cakupan sebuah kurikulum. Dalam pengambilan keputusan (decision maki ng) tersebut, Oliva mengajukan se,jumlah pertanyaan yang harus dipertimbangkan yaitu:
a)      Apa yang sebenarnya diperlukan agar siswa dapat sukses di dalam masyarakat,
b)      Kebutuhan-kebutuhan apa yang diinginkan oleh daer ah, bangsa, negara dan dunia,
c)      Hal-hal esensial apa yang harus dikerjakan
Relevansi
Relevansi atau kesesuaian merupakan masalah lain yang cukup esensial dan harus mendapatkan perhatian dalam pengembangan kurikulum. Berikut adalah salah satu interpretasi tentang relevansi yang dikemukakan oleh B.O. Smith (Oliva, 1992):
relevansi memang mengandung dan sekaligus mengundang banyak penafsiran. Ini dikarenakan kata relevansi itu sendiri  harus dikaitkan  dengan masalah dunia kerja (vocation), kependudukan (citizenship), hubungan antarpribadi (personal relatiohship), dan berbagai aktivitas masyarakat lainnya yang menyangkut budaya, sosial, politik, dan sebagainya. Meskipun demikian , jelas terlihat bahwa masalah relevansi berkembang menurut kegunaan dan kebermaknaan suatu kurikulum bagi orang dan masyarakat dan bangsa, bahkan bagi komunitas bangsa di dunia pada umumnya.
Keseimbangan
Dalam sulitnya mendefiflikan kata balance atau keseimbangan Oliva menunjukk beberapa variabel yang harus dpertimbangkan seperti :
a)      Kurikulum yang berpusat pada siswa (child centered curriculum) dan kurikulum  berpusat pada pelajaran (subject Centered Curriculum)
b)      Kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat (needs as- sessments)
c)      Pendidikan umum dan pendidikan khusus
d)     Luas dan dalamnya kurikulum
e)      Tiga domain penting pendidikan (kognitif, afektif, dan psikomotorik)
f)       Pendidikan dividual an pendidikan syarakat
g)      Inovasi dan tradisi
h)      Logis dan psikologis
i)        Kebutuh an yang diharapkan dan tidak diharapkan siswa
j)        Kebutuhan akademis yang diharapkan
k)      Metode, pengalaman dan strategi;
l)        Cepatnya perubahan dan pergantian waktu atau masa;
m)    Dunia kerja dan permainan
n)      Sekolah dan asyarakt sebagai sumber daya dalam pendidikan;
o)      Disiplin dan kelembagaan
p)      Tujuan-tujuan kelembagaan
q)      Disiplin ilmu.
Dikarenakan begitu banyaknya variabel yang menyangkut keseimbangan dalam pengembangan kurikulum tersebut, maka sudah dapat dipastikan bahwa hal mi juga telah menjadi suatu masalah yang tidak dapat diabaikan begitu saja oleh para pengembang kurikulum. Sebaliknya, justru merupakan masalah yang harus mendapat perhatian yang cukup maksimal.
Integrasi
Para pengembang kurikulum harus peduli terhadap masalah pengintegrasian mata pelajaran. Pengintegrasian berarti memadukan, menggabungkan, dan menyatukan antar disiplin imu Tyler (Oliva, 1992) mendefinisikan integrasi sebagai berikut:
“The horizontal relationship ofcurriCUlum experiences”... “The organization of these experiences should be such thatthey help the student increasingly to get a unified view and to unity his behavior in relation to the elem ents dealts with”.
Sehubungan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Tyler tersebut, Taba juga menyatakan bahwa:
“It is recognized that learning is more effective when f acts and principles from one field can be related to another, especially when applying this knowledge”.
Meskipun demikian, lain halnya dengan penentuan scope dan sekuens yang bersifat keharusan, pengintegrasian ini bersifat optional (pilihan) dan kadang-kadang bahkan kon troversial. Apakah kurikulum berkeinginan untuk mengintegrasikan pelajaran atau tidak bergantung pada filosofi pengetahuannya. Bagaimanapun juga, kurikulum adalah suatu hal yang terintegrasi. Kadar dan tingkat keintegrasian lebih ditentukan oleh dasar filosofis pengembang kurikulum, dibandingkan dengan data empiris. Namun, karena tidak semua guru berpandangan demikian, dengan alasan bahwa terdapat beberapa pelajaran yang harus diajarkan terpisah (separatedt) maka kalangan progresif menawarkan agar para guru, sebagai pengembang kurikulum, memosisikan dirinya. pada continuum, (rangkaian). Korelasi mata pelajaran (Correlation of subject matter) yaitu ubungafl di antara mata pelajaran yang masih ada unsur keterPisahannYa seperti dalam pengajaran sejarah dan sastra, matematika dan sains, serta seni, musik dan sastra. Korikasi akan menjadi integrasi jika identitas masing-masing dilepaskan. Terdapat dua pandangan integrasi seperti yang ditawarkan oleh Taba. Pertama, seperti yang dibahas sekarang ini, terdapat hubungan horizontal antar pelajaran. Dalam hal ini, Taba (Oliva, 1992) juga menyatakan bahwa:
“Integration is also defined as something that happens to an individual”
Adapun pandangan kedua mengatakan bahwa
“The problem then, is that of developing ways of helping individuals in this process of creating a unity of know- ledge. This interpretation of integration throws the emphasis from integrating subjects to locating the integrative threads”
Para perencana kurikulum harus memutuskan model pengorganisasian yang akan digunakan, apakah korelasi atau integrasi mata pelajaran. Hal yang perlu diperhatika adalah bahwa scope, relevansi, keseimbangan, dan integrasi merupakan suatu rangkaian yang erat sekali kaitannnya satu sama lain.
Sekuens (Sequence)
Sekuens (sequence) berarti susunan atau urutan penge1opokan kegiatan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan kurikulum. Bila scope mengacu pada “apa”, maka  sekuens lebih mengacu pada “kapan” dan “di mana” pokok pokok bahasan tersebut ditempatkan dan dilaksanakan. Berikut adalah langkah-langkah sekuens.
a)      Mulai dan yang paling sederhana menuju yang kompleks;
b)      Menuruti alur kronologis;
c)      Balikan dan alur kronologis;
d)     Mulai dan keadaan geografis yang dekat sampai ke yang jauh;
e)      Dan jauh menuju dekat;
f)       Dan konkret ke abstrak;
g)      Dari umum menuju khusus; dan
h)      Dari khusus menuju umum
Donald E. Orlosky dan B. Othanel Smith (Oliva, 1992) mengemukakan bahwa terdapat tiga konsep sekuens sekuens menurut kebutuhan , sek uensmakro , dan sekuens mikro. Dalam proses sekuens, para pengembang kuriku1um harus memperhatikan tingkat kedewasaan, latar belakang pengalaman, tingkat kematangan dan ketertarikan atau minat siswa, serta tingkat kegunaan dan kesukaran materi pelajaran.
Kontinuitas
Kontinuitas merupakan pengu1ang terencana tentang isi (content) untuk mencapaj keberhasilan. Tyler mendeskripsikan kontinuitas sebagai Pengulangan vertikal dan elemen  unsur kurikulum.
Pada dasarnya, prinsip kontinuitas menyerupai dengan apa yang disebut “spiral curriculum”, yaitu pengenalan konsep, keterampilan, dan pengetahu secara berulang. Dalam permasalahan kontinuitas mi, dibutuhkan tingkat keahlian
yang tinggi dan perencana kurjkulum baik menyangkut
pengetahu terhadap materi pelajaran maupun pengetahuan tentang siswanya; Kontinuitas bukanlah sematamata pengulangan isi (content) pelajaran, meiainkan merupakan pengulangan yang kompleks dan canggih (sop his- ticated) dalam upaya peningkatan hasil belajar.
Artikulasi
Artikulasi diartikan sebagai pertautan antara kelompok elemen atau unsur lintas tingkatan sekolah. Contohnya dapat dilihat antara SD dan SLTP, SLTP dan SMA, serta antara SMA dan Perguruan Tinggi (PT), yang juga tak lepas dalam dimensi sekuens seperti halnya kontinuitas. Oliver (Oliva, 1992) menjelaskan pengertian artikulasi sebagai “artikulasi horizontal” atau “korelasi”, sedangkan kontinuitas sebagai “artikulasi vertikal”. Dan pengertian ini dapat diketahui bahwa antara sekuens, kontinuitas, dan artikulasi terdapat kaitan  satu dengan yang lainnya. Sekuens merupakan pengaturan unit-unit dan materi pelajaran secara logis dan kronologis menurut unit, lembaga dan tingkatannya. Kontinuitas merupakan rencana introduksi dan reintroduksi jt-flit materi yang sama di berbagai tingkatan dalam upaya meningkatkan pemahaman yang kompleks dan komprehensif. Adapun artikulasi merupakan rencana sekuens unit-unit materi pelajaran tersebut secara lintas tingkatan.
Kemampuan Transfer
Segala hal yang diberikan sekolah pada hakikatnya merupakan “proses pentransferan nilai” maksudnya apapun yang  dipelajari di sekolah seharusnya harus dapat diaplikasikan di luar sekolah, saat siswa sudah menamatkan pendidikannya. Dengan demikian, proses pendidikan di sekolah harus dapat memperkaya kehidupan siswa.
Para ahli pendidikan seperti Thorndike, Daniel dan L. N. Tanner, serta Taba menyepakati bahwa ,jika guru hendak  mentransfer nilai-nilai tersebut, maka terlebih dahulu harus  diperhatikan prinsip-priflSiP umum dan proses transfer yaitu:
a)      Transfer merupakan “hati nurani” pendidikan
b)      Proses transfer memungkinkan untuk dilakukan;
c)      Proses transfer dimulai dan situasi yang lebih dekat, ke situasi luar kelas yang lebih jauh dan luas;
d)     Hasil transfer akan lebih bermakna (meaningful) jika guru membantu siswa dalam menderivasi, generalisasi, serta menetapkan generalisasi tersebut; dan
e)      Secara umum, dapat dikatakan bahwa ketika siswa mem peroleh pengetahuan bagi dirinya, proses transfer tersebut telah berhasil.
Transferability merupakan prinsip dan pengajaran dan sekaligus juga prinsip dan kurikulum. Pada saat membicarakan metode mengajar transferability, berarti kita memasuki wilayah proses pengajaran. Pada saat menganalisis hal yang ditransferkan, maka kita telah memasuki wilayah kurik ulum. Oleh karena itu, para pengembang kurikulum harus menentukan tujuan, menyeleksi isi atau materi, dan memilih strategi pengajaran yang mengarah pada pendayagunaan proses transfer secara maksimal. Selanjutnya, dalam perenc anaan evaluasi kurikulum juga harus dimasukkan ukuran tingkatan transfer dan berbagai segmen dalam kurikulum.

2.      Masalah Khusus
Dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum beberapa rnasalah berikut perlu dipahami secara seksama:
a.       Berbagai masalah yang dengan tujuan dan hasil-hasil kurikulum yang diharapkan oleh sekolah seperti:
a)      Untuk siapa kurikulum itu disediakan,
b)      Apakah kurikulum tersebut bermaksud mendidik siswa agar mampu mengendalikan diri, atau agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial,
c)      Apakah kurikulum bersifat mendoktrinasi sesuatu,
d)     Apakah kurikulum bermaksud mempersiapkan siswa bagi masa depannya, atau untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang dirasakan sekarang mi,
e)      Apakah kurikulum memberikan pelayanan terhadap masyarakat atau perorangan,
f)       Apakah kurikulum berkenaan dengan permasalahan yang kontroversial,
g)      Apakah kurikulum disesuaikan dengan minat dan kebutuhan perorangan atau umum,
h)      Apakah kurikulum berkenaan dengan pendidikan umum atau dengan pendidikan khusus,
i)        Apakah kurikulum dikaitkan dengan usaha pencapaian tujuan-tujuan pendidikan, dan
j)        Apakah tujuan-tujuan tersebut diperbaiki guna mencapai hash pendidikan yang lebih baik.
2.      Berbagal masalah yang berhubungan dengan isi dan organisasi kurikulum, yang terdiri atas:
a)      Ukuran yang digunakan dalam memilih bahan dan pengalaman-pengalaman kurikuler,
b)      Apakah kurikulum disusun berdasarkan mata pelajaran ataupengusahaan adanya korelasi,
c)      Perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam kurikulum tersebut
d)     Jenis-jenis kegiatan dan pengalaman yang terdapat dalam kurikuler,
e)      Jenis kurikulum yang digunakan,
f)       Pengalaman pengalaman yang diwajibkan dan yang bersifat pilihan,
g)      Apakah dalam kurikulum terdapat pelajaran pelajaran khusus.
h)      Berbagai pelajaran yang diperlukan untuk kenaikan kelas, dan
i)        Cara perbaikan seleksi dan organisasi bahan-bahan pelajaran dan pengalaman.
3.      Masalah yang berhübungan dengan proses penyusunan dan revisi kurikulum, seperti:
a)      Cara pengadaan artikulasi dan korelasi,
b)      awal penyusunan dan perevisian kurikulum,
c)      Sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk penyusunan kurikulum,
d)     Pihak yang dapat ikut berpartisipasi dalam perubahan dan penyusunan kurikulum,
e)      Pihak yang akan memberikan latihan dalam pengeI olaan kurikulum dan dalam bentuk pelaksanaan latihan tersebut,
f)       Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menga dakan perubahan (revisi) kurikulum secara menyeluruh, dan
g)      Cara perbaikan proses penyusunan kurikulum.

Berdasarkan masalah pendidikan yang dikemukakan diatas dan apabila dihubungkan dengan masalah kurikulum yang dikemukakan Peter F. Oliva dalam bukunya yang berjudul Developing the Curriculum, maka dapat dikaji bahwa:
1.      Setiap Negara mempunyai masalah dalam bidang kurikulum, dan masalah kurikulum disetiap Negara merupakan masalah yang kompleks dan urgen karena dapat merusak dan mempengaruhi tatanan perkembangan pendidikan serta aspek-aspek lainnya dalam berkembangnya suatu Negara.
2.      Dua belas masalah-masalah kurikulum yang kategorikan oleh Peter F. Oliva, merupakan masalah yang terjadi diseluruh negara termasuk di Indonesia. Masalah tersebut berupa konten atau isi dari kurikulum yang wewenang perbaikannya ada pada pemerintah disetiap Negara. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah harus lebih objektif melihat masalah yang ada dilapangan.
3.      Faktor eksternal dalam masalah kurikulum yang terjadi di Indonesia (transportasi, bencana alam, letak geografis, nutrisi/kesehatan, dan Televisi) merupakan masalah yang sebagiannya terjadi juga di Amerika. Letak geografis, kesehatan, bencana alam merupakan masalah yang sama dialami di dua Negara ini. Masalah ini merupakan masalah yang harus di atasi oleh pemerintah sebelum menangani masalah pad konten/isi dari kurikulum, karena kurikulum belum dapat berjalan maksimal tanpa didukung hal-hal yang menunjang lainnya seperti transportasi yang memadai, nutrisi kesehatan yang cukup untuk kecerdasan anak, serta siara-siaran yang mendidik yang ditonton anak melalui layar kaca televisi.
4.      Masalah eksternal dan masalah internal (konten / isi dari kurikulum) harus mendapatkan perhatian khusus dari tim pengembang kurikulum sehingga bedampak baik pada revisi kurikulum nantinya.
5.      Manajemen otonomi dalam pengelolaan kurikulum secara wilayah yang diterapkan di Amerika merupakan contoh yang dapat diikuti oleh pemerintah di Negara kita. Untuk memperoleh hasil yang optimal maka perubahan kurikulum secara menyeluruh  pada semua aspek harus dilakukan pada system kurikulum kita.

Kekurangan dan Kelebihan Kurikulum di Indonesia
Kurikulum 1947
a.       Kelebihan dari kurikulum 1947 yaitu lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.
b.      Kekurangan dari kurikulum 1947 yaitu kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang.
Kurikulum 1952
a.       Kelebihan dari kurikulum 1952 yaitu kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional.
b.      Kekurangan dari kurikulum 1952 yaitu masih kurangnya tenanga pengajar dan tidak didukung dengan fasilitas yang memadai.
Kurikulum 1968
a.       Kelebihan Kurikulum 1968 yaitu Pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
b.      Kekurangan Kurikulum 1968 yaitu hanya memuat mata pelajaran pokok saja dan muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.


Kurikulum 1975
a.       Kelebihan Kurikulum 1975 yaitu Menekankan pada pendidikan yang lebih efektif dan efisien dalam hal daya dan waktu dan Menganut sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik,dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
b.      Kelemahan Kurikulum 1975 yaitu Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran
Kurikulum 1984 (Kurikulum CBSA)
a.       Kelebihan kurikulum 1984 (CBSA) yaitu Pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intlektual dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektip, maupun psikomotor.
b.      Kekurangan Kurikulum 1984 (CBSA) yaitu Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar dan banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA, yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajaar model berceramah.
Kurikulum 1994
a.       Kelebihan Kurikulum 1994 yaitu Penggunaan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan social dan pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
b.      Kekurangan Kurikulum 1994 yaitu :
·         Aspek yang di kedepankan dalam kurikulum 1994 terlalu padat.
·         Konsep pengajaran satu arah, dari guru ke murid.
·         Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
·         Materi pelajaran yang dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
·         Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
Kurikulum 2004 / Kurikulum  Berbasis Kompetensi (KBK)
a.       Kelebihan Kurikulum 2004 yaitu :
·         Dalam pembelajaran adanya komunikasi dua arah antara guru dan siswa.
·         Pembelajaran berpusat pada siswa.
·         Penggunaan pendekatan dan metode yang bervariasi.
·         Sumber belajar yang bervariasi.
b.      Kekurangan Kurikulum 2004
Kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KBK dengan kata lain masih rendahnya kualitas sorang guru, karena dalam KBK seorang guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menjalankan pendidikan.
Kurikulum 2006  (KTSP)
a.       Kelebihan KTSP yaitu :
·         Dalam pembelajaran adanya komunikasi dua arah antara guru dan siswa.
·         Pembelajaran berpusat pada siswa.
·         Penggunaan pendekatan dan metode yang bervariasi.
·         Sumber belajar yang bervariasi.
·         seorang guru benar-benar digerakkan menjadi manusia yang professional yang menuntut kekereatifitasan.
b.      Kekurangan KTSP
  • Kurangnnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Minimnya kualitas guru dan sekolah.
  • Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP .
  • Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik kosepnya, penyusunannya, maupun prakteknya di lapangan.
  • Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban mengajar 24 jam, sebagai syarat sertifikasi guru untukmendapatkan tunjangan profesi.
Kurikulum 2013 (KTSP)
Kekurangan-kekurangan yang terdapat pada kurikulum 2013 adalah :
  • Kurikulum 2013 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional karena penekanan pengembangan kurikulum hanya didasarkan pada orientasi pragmatis. Selain itu, kurikulum 2013 tidak didasarkan pada evaluasi dari pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sehingga dalam pelaksanaannya bisa membingungkan guru dan pemangku pendidikan.
  • Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013. Pemerintah melihat seolah-olah guru dan siswa mempunyai kapasitas yang sama.
  • Tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan. UN hanya mendorong orientasi pendidikan pada hasil dan sama sekali tidak memperhatikan proses pembelajaran. Hal ini berdampak pada dikesampingkannya mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN. Padahal, mata pelajaran non-UN juga memberikan kontribusi besar untuk mewujudkan tujuan pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. (2008). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Husamah. & Setianingrum, Yanur. (2013). Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi (Panduan Merancang Pembelajaran untuk Mendukung Implementasi Kurikulum 2013). Jakarta: Prestasi Pustaka

Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. (2008). Pendidikan di Indonesia Masalah dan Solusinya. Jakarta: Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia

Nasution, S. (2008). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Oliva, Peter F. & Gordon II, Wiliam R. (2012). Developing the Curriculum. Cambridge: Pearson

Suparlan. (2011). Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran (Curricullum and Learning Material Development). Jakarta: Bumi Aksara

Fitriya, Hidayatul. (2014, Februari 23). Sejarah Kurikulum di Indonesia 1945-2013. Message posted to http://hidayatulfitriya.blogspot.co.id/2014/02/sejarah-kurikulum-di-indonesia-1945-2013.html

Kesumawardani, Pipit. (2012, Desember 18). Perkembangan Kurikulum di Indonesia, Kelebihan dan kekurangannya. Message posted to https://www.academia.edu/8105736/Perkembangan_Kurikulum_di_Indonesia_kelemahan_dan_kelebihannya

Kurniyati, Ety. (2013, Juli 15). Analisis Sejarah Kurikulum di Indonesia. Message posted to https://etykurniyati.wordpress.com/2013/07/15/analisis-sejarah-kurikulum-di-indonesia/


No comments:

Post a Comment