BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan bertujuan untuk
membangun manusia beriman dan berakhlak mulia dan mampu meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk hidup secara harmonis, dan memiliki sikap toleran terhadap
kemajemukan yang ada dalam masyarakat Indonesia,
berwawasan kebangsaan yang demokrasi serta berwawasan global. Hal ini searah
dengan tujuan pendidikan nasional dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional pasal 3.Akhlak mulia merupakan aspek penting dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pembentukan akhlak mulia dapat melalui jalur pendidikan formal non formal
maupun informal. Jalur pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,
menengah dan pendidikan tinggi. Pembentukan akhlak mulia identik dengan
pembentukan watak atau karakter seseorang. Tanpa karakter yang baik seseorang
akan sangat mudah hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma untuk memenuhi
kebutuhan dirinya tanpa mempertimbangkan efek negatif di kemudian hari bagi dirinya dan bagi masyarakat
lain. Pembentukan karakter sangat diperlukan dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang aman, adil dan sejahtera. Oleh
karena itu untuk membentuk karakter bangsa diperlukan perhatian dari berbagai
pihak, baik oleh pemerintah, masyarakat, keluarga maupun sekolah. Begitu
pentingnya karakter positif bagi seseorang sehingga pembentukan karakter harus
dilakukan sedini mungkin agar terbentuk pondasi karakter yang tangguh, berbudi
luhur dan berhati mulia. Pembentukan kerakter/sikap peduli lingkungan dapat
diartikan membentuk kepribadian yang peka, rasa memiliki dan mencintai
individu-individu lain di sekitar yang dalam proses pembentukan dipengaruhi
oleh keluarga, sekolah dan masyarakat. Sekolah merupakan tempat yang strategis
dalam membentuk karakter/sikap siswa sehingga siswa akan memiliki kepribadian
yang mempunyai rasa peka terhadap individu-individu lain di lingkungan sekitar.
Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan dasar yang siswanya berusia antara 6
– 13 tahun dan memiliki karakteristik selalu ingin tahu dan membutuhkan
pembimbing yang dapat dijadikan idolanya. Sebagai guru kelas yang diidolakan
siswa guru kelas harus memiliki kepribadian yang mantap atau berkarakter yang tangguh
sehingga bisa menjadi teladan bagi siswanya. Salah satu karakter yang perlu
dikembangkan pada anak didik adalah sikap peduli terhadap lingkungan..
Lingkungan yang dimaksudkan disini berupa lingkungan fisik yang terdiri dari
cuaca, musim, sanitasi dan keadaan sekitar (lingkungan hidup).
Selain
lingkungan lingkungan fisik yang terdiri dari cuaca, musim, sanitasi dan
keadaan sekitar (lingkungan hidup), disini juga kita akan membahas lingkungan
sosial, dimana siswa berada, diantaranya lingkungan keluarga. Disinilah peserta
didik berinteraksi pertama dan paling banyak menggunakan waktunya. Setelah
memesuki usia sekolah maka siswa akan beriteraksi selanjutnya di sekolah dimana
gurulah yang sangat berperan pada anak-anak usia ini. Selanjutnya adat istiadat
dan kebiasaan masyarakat sekitar juga dapat ikut mempengaruhi karakter peserta
didik.
1.2
Rumusan Masalah
Dengan menyadari pentingnya pembentukan karakter
peduli terhadap lingkungan ini maka peran pendidik sangatlah menentukan dalam
mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada anak didiknya agar tertanam sikap
peduli terhadap lingkungan dalam kehidupan sahari-harinya. Dalam proses belajar
diharapkan agar setiap peserta didik dapat mengintegrasikan mata pelajaran yang
sesuai dengan pembentukan karakter tersebut. Misalkan pada pembelajaran Ilmu
Pengetahuan alam agar guru dapat mengintegrasikan sikap peka terhdap lingkungan
hidup, mencintai tumbuhan dan dan hewan. Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
seringkali terdapat materi yang berhubungan dengan lingkungan sosial seperti
masalah-masalah yang terjadi dalam lingkungan sosial seperti narkoba, tawuran
dan penyimpangan seksual. Peran pendidik sangatlah penting dalam membangun
karakter peserta didik dan membentengi sisiwa dari hal-hal yang dapat merusak
lingkungan.
Oleh
karena itu rumusan masalah dalam makalah ini meliputi:
1.
Apa definisi sikap/karakter peduli
terhadap lingkungan?
2.
Faktor-faktor lingkungan apa saja
yang dapat mempengaruhi perkembangan
peserta didik?
3.
Kagiatan apa saja yang dapat
dilakukan agar dapat membudayakan karakter peduli lingkungan di Sekolah Dasar?
1.3
Tujuan
Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perkembangan
Peserta Didik SD, menanamkan sikap rasa peka pembaca terhadap lingkungan, agar
tumbuh rasa memiliki dan mencintai lingkungan . Sebagai guru bukan hanya
memiliki kewajiban untuk mengajar tetapi juga memiliki kewajiban dan
tanggungjawab dalam membimbing anak didiknya terutama dalam mengembangkan
karakter yang ada di dalam dirinya. Dalam hal ini menyangkut sikap kepedulian
siswa terhadap lingkungannya.
1.4
Manfaat
Adapun
manfaat yang kami harapkan dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui makna kepedulian terhadap lingkungan
2. Memahami pentingkan sikap peduli terhadap lingkungan
3. Dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran yang mengarahkan pada nilai
kepedulian terhadap lingkungan sebagai salah satu pendidikan berkarakter dalam
mata pelajaran
4. Dapat mempraktekkan sikap peduli terhadap lingkungan dalam kehidupan
sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sikap Peduli Terhadap Lingkungan
Dalam
rangka menopang keberlangsungan suatu negara, pendidikan karakter/sikap bagi
anak bangsa berada pada posisi yang sangat penting. Karakter yang dibUtuhkan
untuk itu adalah karakter/sikap disiplin,jujur, kerja keras, bertanggung jawab
dan banyak karakter lain seperti sikap peduli terhadap lingkugan. Adapun yang
kita bahas dalam bab ini adalah sikap peduli terhadap lingkungan. Sebelum lebih
jauh kita berbicara tentang sikap peduli terhadap lingkungan, terlebih dulu
kita harus memahami definisi dari sikap kepedulian terhadap lingkungan
tersebut. Yang selanjutnya kita merasa memiliki dan mencintai lingkungan sebagai tempat kita
hidup dan menopang kehidupan. Dengan memiliki sikap mamiliki dan mencintai
lingkungan kita dapat menanamkan rasa peduli lingkungan tersebut pada peserta
didik sehingga sama-sama dapat mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kata sikap didentikkan dengan karakter. Beberapa ahli
memberikan pengertian terhadap karakter atau sikap. Pengertian-pengertian
tersebut diantaranya disampaikan oleh Muchlas Samani dan
Hariyanto (2012: 41), karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilku
yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah
individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan setiap
akibat dari keputusannya. Lebih lanjut, Muchlas Samani dan Hariyanto (2012: 41)
membagi sikap dan perilaku menjadi lima
jangkauan sebagai berikut : (i) sikap dan perilaku dalam hubungannya
dengan Tuhan, (ii) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri,
(iii) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga, (iv) sikap dan
perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa, dan (v) sikap dan
perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar (Muchlas Samani dan Hariyanto,
2012: 114). Sikap peduli lingkungan adalah sikap berhubungan dengan
alam sekitar sehingga jika dikaitkan dengan jangkauan tersebut dapat
digolongkan menjadi jangkauan poin
kelima (v) yaitu sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar.
Scerenko dalam Muchlas Samani dan Hariyanto (2012: 42),
mendefinisikan karakter sebagi atribut dan ciri-ciri yang membentuk atau
membedakan ciri pribadi, ciri etis dan kompleksitas mental dari seseorang,
suatu kelomok atau bangsa. Sementara itu menurut Helen G. douglas dalam Muchlas
Samani dan Hariyanto (2012: 42) , “character isn’t intherited, one builds
its daily by the way one thinks and acts, thought by thought, action by action”,
Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan
hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan
demi tindakan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009) karakter
merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain.
Karakter senantiasa harus dibangun
secara berkesinambungan. Pusat Kurikulum (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2012:
9) menyarankan, implementasi pendidikan karakter hendaknya dimulai dari nilai
esensisl, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai kondisi masing-masing
sekolah, misalnya bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan, dan santun. Selain
itu, agar sikap peduli lingkungan dapat
terbentuk, maka anak perlu dilatih melalui pembiasaan, mandiri, sopan
santun, kreatif, tangkas, rajin bekerja, dan punya tanggung jawab. Oleh karena
itu, sikap peduli lingkungan yang dilakukan secara terus-menerus dapat
membentuk karakter peduli lingkungan.
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, berarti karakter
adalah sifat yang dimiliki oleh individu, bukan bawaan sejak lahir yang dapat
kita amati dari perilaku individu dalam berinteraksi dengan Sang Pencipta,
terhadap dirinya sendiri, teman sebaya, keluarga dan masyarakat. Karakter ini
harus selalu mendapatkan stimulasi positif secara berkesinambungan agar
senantiasa terbentuk pola pikir dan perilaku yang positif pula dalam
pergaulannya sehari-hari. Karakter ini mempunyai ciri-ciri khusus yang
membedakan antara satu individu lainnya dalam kehidupan bermsyarakat.
Kata kedua pada frase sikap peduli lingkungan adalah
peduli. Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (2002: 841), peduli berarti mengindahkan, menghiraukan,
memperhatikan. Jadi orang yang peduli adalah orang yang memperhatikan objek.
Selanjutnya kata lingkungan menurut Syamsu Yusuf dan
sugandhi (2012:22) adalah keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi atau
kondisi) fisik/alam atau sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi hubungan
individu. Muchlas Samani dan Hariyanto (2012: 114-133), sikap peduli lingkungan merupakan kewajiban
terhadap alam lingkungan. Manusia
sebagai khalifah di bumi memiliki kewajiban terhadap alam lingkungan untuk
terus menjaga, melestarikan dan mencegah adanya kerusakan dan pencemaran lingkungan. Adapun nilai-nilai terhadap alam lingkungan
adalah perhatian (attentiveness), kesediaan (availability), kepedulian
(careness), kewarganegaraan (citizenship or
civic), komitmen (commitment), keberanian (courage), keingintahuan
(courisity), kritis (critical), dapat diandalkan (dependability), kerajinan
(diligence), daya upaya atau usaha (effort), keadilan (justice), kelembutan
hati (meekness), moderasi atau suka hal yang sedang-sedang (moderation),
kerapian (oderliness), sifat menghormat/menghargai, menghargai lingkungan
(respect for environment), menghargai kesehatan (respect for healt),
Pertanggung jawaban (responsibility), amanah atau dapat dipercaya (trush
worthiness), kearifan atau kebijakan (wisdom). Penanaman nilai-nilai tersebut
dapat diimplementasikan dalam pembelajaran.
2.2
Lingkungan
dapat Mempengaruhi Perkembangan Anak
Suhartono dan Hartono (2002),
mengemukakan bahwa apa yang dipikirkan dan dikerjakan seseorang, atau apa yang
dirasakan oleh seorang anak, remaja, atau dewasa, merupaka hasil dari perpaduan antara apa yang ada diantara
faktor-faktor biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkungan. Lebih lanjut ia
menjelaskan bahwa manusia tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan. Lingkungan
itu dapat dibedakan atas lingkungn fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan
sosial memberikan banyak pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek
kehidupan, terutama kehidupan sosio-psikologis. Oleh karena itu, lingkungan
sangatlah berpengaruh pada perkembangan anak karena anak akan lebih banyak
berkembang melalui pergaulan dengan lingkungannya. Hal in senada dengan yang
dikemukakan oleh Woodworth bahwa dua individu mungkin memiliki hereditas yang
sama, tetapi perkembangn selanjutnya menjadi berbeda apabila diasuh dan
dibesarkan dalam dua macam lingkungan yang berbeda. Sebaliknya dua orang yang dibesarkan
dalam lingkungan yang sama, akan memperlihatkan dua perkembangan yang berbeda
kalau keduanya memiliki dua hereditas yang berbeda. Karena itu, para ahli
menyimpulkan bahwa setiap individu merupakan hasil dari hereditas dan
lingkungan (Woodworth dalam Baharuddin, 2009).
Namun perkembangan seorang anak
melalui pengaruh lingkungan dapat diimbangi dengan kemampuan jasmani dan rohani
dari anak itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Dalyono (2009), bahwa
besar kecilnya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangannya
bergantung kepada keadaan lingkungan anak itu sendiri serta jasmani dan
rohaninya.
Suhartono dan Hartono (2002),
mengemukakan tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak
adalah umur anak, kondisi lingkungan, kecerdasan anak, status sosial ekonomi
keluarga, dan kondisi fisik. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
pekembangan sosial yaitu:
a.
Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan
pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak,
termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga
merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga
berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya
keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak
b.
Kematangan
Bersosialisasi merupakan kematangan
fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan
menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosiaonal.
Disamping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
c.
Status
sosial ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi
oleh kondisi dan status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan sosial.
Masyarakat akan memandang anak, buka sebagai anak independen, akan tetapi akan
dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu, “ia anak siapa”.
d.
Pendidikan
Pendidikan merupakaan proses
sosialisasi anak yang terarah. Penanaman norma perilaku yang benar secara
sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar dikelembagaan pendidikan
(sekolah). Kepada peserta didik bukan saja diperkenalkan pada norma lingkungan
dekat, tetapi dikenalkan dengan norma kehidupan bangsa dan antar bangsa.
e.
Kapasitas
mental: Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berrfikir banyak
mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memcahkan masalah, dan
berbahasa. Anak yang kemampuan intelektualnya tinggi akan berkemampuan
berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuan
berbahasa yang baik, dan pengendalian emosionla secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
2.3
Jenis-Jenis
Lingkungan
Menurut Sertain dalam Dalyono
(2009), membagi lingkungan menjadi 3 bagian, sebagai berikut:
1.
Lingkungan
alam/luar
Segala sesuatu yang termasuk
lingkungan luar atau alam.
2.
Lingkungan
dalam
Segala sesuatu yang termasuk dalam tubuh
kita termasuk makanan dan minuman yang
kita makan
3.
Lingkungan
sosial
Semua orang, manusia lain yang
mempengaruhi kita. Pengaruh sosial ada yang dapat kita rasakan langsung dan ada
juga yang kita rasakan secara tidak langsung. Yang dapat kita rasakan secara
langsung seperti pergaulan dengan teman, saudara, kawan disekolah, tempat
kerja, dan lain-lain. Sedangkan yang kita rasakan secara tidak langsung adalah
radio, tv, buku, majalah, surat kabar.
2.4
Interaksi
Manusia dengan Lingkungan
Sukmadinata (2009), membagi
interaksi individu dengan lingkungan menjadi dua bagian yaitu penyesuaian diri
dan penolakan.
Penyesuaian
Diri
Dalam penyesuaian diri, manusia dapat melakukan
berbagai macam cara yaitu:
1.
Mengubah
dan menyesuaikan dengan keadaan lingkungan (autoplastic)
Penyesuian diri pada tahap ini
adalah peniruan dan imitasi. Contoh: Anak yang terlahir do Gorontalo, akan
berbahasa Gorontalo. Anak Aceh, pasti akan berbahasa Aceh. Bukan hanya dari
segi bahasa, melainkan dari segi pakaian, penampilan, berpikir, sebagian besar
merupakan dari hasil meniru dan imitasi. Belajar merupakan suatu bentuk
penyesuaian diri dari individu terhadap tuntutan lingkungan. Makin tinggi
tuntutan lingkungan, makin meningkat pula upaya belajar yang harus dilakukan
individu. Contoh: Seorang mahasiswa yang belajar di negeri asing, (Inggris) ia
menyesuaikan diri dengan lingkungan alamiah disana. Berpakaian tebal dan panas,
membiasakan makan dan minum disana, melakukan tata cara dan adat istiadat yang
berlaku disana, dan sebaginya (Purwanto, 2011).
2.
Mengubah
keadaan lingkungan (alloplastic)
Penyesuaian diri
dengan tahap ini merupakan tahap penyesuaian dengan cara mempengaruhi,
mengubah, memperbaiki, mengembangkan, dan menciptakan sesuatu yang baru.
Seseorang mungkin mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mengikuti jalan
pikiran atau keinginannya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan
suatu progam, menciptakan suatu alat yang baru, dan menciptakan prosedur kerja
baru. Misalnya orang transmigrasi dari Jawa Tengah, ke Sumatera atau ke
Kalimantan. Meskipun tata cara dan kehidupan masyarakat yang didatangi itu
berbeda, namun sesampainya mereka disana mereka membuat rumah dna mengerjakan
sawah-sawah seperti apa yang mereka lakukan pada tempat asl mereka. Cara-cara
hidup dan pergaulan serta adat istiadatpun dilaksanakan berdasarkan tempat asal
mereka. Pengaruh dari para transmigrasi inilah yang kemudian banyak merobah
lingkungan dan masnyarakat yang di datanginya (Purwanto, 2011).
3.
Penyesuaian
diri dengan otoplastic dan alloplastic
Pada tahap ini terjadi dalam
kegiatan kompetisi, kooperasi dan berbagai bentuk usaha pemecahan masalah
bersama. Pemecahan masalah merupakan salah bentuk penyesuaian diri yang sangat
kompleks. Bermodalkan potensi dan kecakapan yang dimilikinya individu manusia
mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang jauh lebih baik.
4.
Turut
serta dengan kegiatan yang sedang berlangsung
Menurut Baharuddin (2009), bahwa
lingkungan tidak selamnya diam (statis), tetapi dia juga berproses secara
dinamis. Terhadap lingkungan yang demikian, kadang-kadang individu ikut bagian
dalam kegiatan tersebut.
Keempat jenis interaksi ini sulit
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Karena setiapm kegaiatn merupakan kegiatan
yang kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, setiap individu senantiasa berupaya
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam setiap kegaiatan individu
yang merupaka keseluruhan dari keempat jenis interaksi tersebut.
Penolakan
Terhadap hal-hal yang tak
disenangi, tidak dibutuhkan atau bersifat ancaman, individu akan melakukan
usaha-usaha penolakan. Bentuk penolakan bermacam-macam, yang dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu:
1.
Perlawanan
( aggression)
Apabila seorang individu memiliki
kemampuan dan kekuatan dalam menghadapi lingkungan yang mengancam dirinya, maka
ia akan melakukan perlawanan dan pertentangan terhadap lingkungan. Contoh:
menggerutu, mencela, mencaci maki, memarahi, sampai dengan merusak dan
menghancurkan.
2.
Pelarian
(withdrawl)
Apabila individu merasa lemah atau
tidak mempunyai kekuatan maka yang dilakukan adalah pelarian atau menghindar
diri dari suatu keadaan yang akan mengancamnya. Contoh: tidak member reaksi,
tidak hadir dalam suatu kegiatan, melepaskan diri suatu tanggung jawab, mabuk,
berjudi, dan bersifat irasional.
Menurut Baharuddin (2009),
Interaksi antara individu dengan lingkungan tersebut dapat dirumuskan dengan
W-O-W. W sama dengan lingkungan (World), O sama dengan Individu (Organisme).
Rumus ini berarti bahwa lingkungan berpengaruh kepada individu dan individu
kembali berpengaruh kepada lingkungan.
Ada dua faktor utama agar interaksi
dapat efisien (F. Patty dalam Baharuddin, 2009) yaitu:
1.
Faktor
Pemilahan
Pemilahan berarti kesanggupan
individu untuk mengadakan pemilahan yang tepat dalam tindakan-tindakan agar
supaya interaksinya berlangsung secara efisien.
2.
Faktor Set
Kesiapsediaan adalah keadaan siap
yang dialami individu sebagai persiapan didalam memaulai sesuatu tindakan
(kegiatan). Contohnya adalah orang yang akan mengikuti kompetisi.
2.5
Peduli
Terhadap Lingkungan Sekolah
Berdasarkan lampiran
II Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia nomor 05 tahun 2013
tentang pedoman pelaksanaan program adiwiyata pedoman pembinaan adiwiyata, terdapat beberapa komponen dan standar
Adiwiyata yaitu sebagai berikut:
1.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memuat
upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam upaya perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
2.
Pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, memiliki standar:
a. tenaga
pendidik memiliki kompetensi dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran
lingkungan hidup;
b. peserta
didik melakukan kegiatan pembelajaran tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
c. Kegiatan
lingkungan berbasis partisipatif memiliki standar:
-
melaksanakan kegiatan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang terencana bagi warga sekolah;
-
menjalin kemitraan dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dengan berbagai pihak, antara lain masyarakat,
pemerintah, swasta, media, dan sekolah lain.
3.
Pengelolaan sarana pendukung ramah lingkungan memiliki
standar:
a. ketersediaan
sarana prasarana pendukung yang ramah lingkungan;
b. peningkatan
kualitas pengelolaan sarana dan prasarana yang ramah lingkungan di sekolah
Berdasarkan hal diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa penerapan sikap peduli lingkungan khususnya lingkungan hidup
(lingkungan sekolah) yang telah diterapkan di tingkat satuan pendidikan sekolah
dasar. Seluruh warga sekolah khususnya peserta didik, dibiasakan dalam
pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan
suasana yang senang, aman, tentram dan baik di lingkungan sekolah, sehingga
peserta didik dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Peserta didik
juga dapat memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada Bab II, maka dapat
disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut:
3.1.1
Apa yang
dipikirkan dan dikerjakan seseorang, atau apa yang dirasakan oleh seorang anak,
remaja, atau dewasa, merupaka hasil dari
perpaduan antara apa yang ada diantara faktor-faktor biologis yang diturunkan
dan pengaruh lingkungan.
3.1.2
Manusia
tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan.
3.1.3
Lingkungan
itu dapat dibedakan atas lingkungn fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan
sosial memberikan banyak pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek
kehidupan, terutama kehidupan sosio-psikologis.
3.1.4
penerapan
sikap peduli lingkungan khususnya lingkungan hidup (lingkungan sekolah) yang
telah diterapkan di tingkat satuan pendidikan sekolah dasar. Seluruh warga
sekolah khususnya peserta didik, dibiasakan dalam pengelolaan dan perlindungan
lingkungan hidup.
3.1.5
Sikap
peduli terhadap lingkungan bertujuan untuk menciptakan suasana yang senang,
aman, tentram dan baik di lingkungan sekolah, sehingga peserta didik dapat
melaksanakan proses pembelajaran dengan baik dan peserta didik juga dapat
memanfaatkan lingkungan sebagai sarana pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin.
(2009). Psikologi Pendidikan (Refleksi
Teoritis Terhadap Fenomena). Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Dalyono, M. (2009). Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta
Lampiran II
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia nomor 05. (2013). Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata
Pedoman Pembinaan Adiwiyata. Jakarta: Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia
Muchlas
Samani dan Hariyanto. (2012). Konsep dan
Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Purwanto, M.
Ngalim. (2011). Psikologi Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Syamsu
Yusuf dan L. N. dan Nani M. Sugandhi (2012). Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sunarto. & Hartono, Agung.
(2002). Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Sukmadinata,
Nana Syaodih. (2009). Landasan Psikologi
Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
No comments:
Post a Comment